Boediono: Sebut Ada Bank Akan Jatuh Itu Bunuh Diri

KATADATA/
KATADATA | Arief Kamaludin
Penulis:
Editor: Arsip
9/5/2014, 00.00 WIB

KATADATA ? Mantan Gubernur Bank Indonesia (BI) Boediono membantah pernyataan bahwa dirinya menutup-nutupi kondisi perekonomian yang sebenarnya pada 2008.

Saat menjadi saksi dalam persidangan kasus Bank Century dengan terdakwa mantan Deputi Gubernur BI Budi Mulya, Jumat (9/5), Boediono menerangkan, dirinya telah melaporkan perkembangan kondisi perekonomian dalam rapat di Kantor Wakil Presiden, 20 November 2008.

?Yang saya sampaikan dalam rapat itu adalah situasi moneter kita, situasi keuangan kita. Saya tidak mengatakan kata gawat, tetapi dalam keadaan yang tertekan,? kata Boediono saat memaparkan isi rapat tersebut.

Sebelumnya, mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla, saat menjadi saksi dalam persidangan sebelumnya, mengatakan dalam rapat tersebut semua menteri melaporkan kondisi perekonomian masih baik-baik saja. Termasuk laporan Gubernur BI pada waktu itu. ?Tidak ada laporan soal Bank Century,? ujarnya.

Namun Boediono mengatakan dirinya tidak mungkin melaporkan kondisi Bank Century dalam rapat besar yang diikuti oleh banyak menteri. ?Itu sama saja bunuh diri,? kata dia.

Persoalannya, kalau informasi adanya bank yang akan jatuh dalam situasi pada waktu itu akan menciptakan kepanikan. Masyarakat yang memiliki rekening di bank akan mempertanyakan keamanan banknya, apalagi dengan tidak adanya penjaminan penuh (blanket guarantee) dikhawatirkan terjadi penarikan dana besar-besaran. ?Dalam situasi seperti itu, tidak bijak mengumumkan ada satu bank yang bermasalah.?

Di dalam dokumen notulen rapat yang dipegang Katadata menyebutkan, paparan Boediono di depan rapat menjelaskan sejumlah indikator yang menunjukkan tekanan pada sistem keuangan domestik. Beberapa indikator tersebut antara lain, kurs rupiah yang sudah menembus level Rp 12.000 per dolar Amerika Serikat (AS) dari sekitar Rp 9.000 pada awal tahun.

Kemudian cadangan devisa Indonesia sebesar US$ 50,4 juta, sangat krusial di tengah situasi krisis global. Cadangan devisa tersebut tergolong rendah, hanya cukup 4,6 bulan impor dan rasionya hanya 11,6 persen dari produk domestik bruto (PDB). Rasio PDB tersebut lebih rendah dari Filipina yang meskipun jumlahnya hanya US$ 37,3 juta  tapi cukup untuk 6,2 bulan impor dan 25,9 persen terhadap PDB.

?Intinya semua yang kami sampaikan bukanlah yang baik-baik saja,? ujar Boediono.

Boediono juga menjelaskan bahwa saat ini perbankan kini mengalami kesulitan likuiditas. Selain itu, dia juga melaporkan adanya indikasi perpindahan dana dari bank dalam negeri antara bank non pemerintah ke bank pemerintah dan bahkan ke luar negeri. Sementara di Pasar Uang Antar Bank (PUAB) transaksi hanya terjadi pada bank-bank besar saja.

Sementara Pelaksana Tugas Menteri Koordinator Perekonomian Sri Mulyani dalam rapat itu melaporkan krisis keuangan global sudah mulai berdampak pada kondisi makro perekonomian. Sri Mulyani yang juga menjabat sebagai menteri keuangan  menjelaskan IHSG dan nilai tukar rupiah terhadap dolar terus mengalami pelemahan. Cadangan devisa terus menurun dari US$ 59,453 miliar per Juni 2008 menjadi US$ 50,580 miliar.

Selain Menteri Keuangan dan Gubernur BI, rapat 20 November dihadiri Menteri Perindustrian, Menteri Tenaga Kerja, Meneg BUMN, Meneg PPN/Kepala Bappenas, utusan khusus Presiden RI untuk kawasan Timur Tengah, dan para Dirut Bank BUMN (Mandiri, BRI, dan BNI).

Menanggapi laporan mengenai situasi perekonomian nasional itu, Wakil Presiden Jusuf Kalla  mengatakan yang terpenting bagi pemerintah adalah meminimalisasi pengaruh faktor eksternal yang berasal dari luar. Sebab faktor eksternal ada di luar kontrol pemerintah. 

Sedangkan fokus pemerintah hendaknya pada faktor internal yang memang dapat dikontrol dengan membuat dan mengambil langkah-langkah antisipasi. Kemudian membuat kebijakan dalam menghadapi situasi dan kondisi yang masih penuh ketidakpastian akibat krisis global.

Reporter: Rikawati, Safrezi Fitra