Kementerian Badan Usaha Milik Negara menyebut, total polis yang jatuh tempo dan menjadi utang klaim PT Asuransi Jiwasraya per Mei 2020 telah mencapai Rp 18 triliun. Angka tersebut bertambah dibandingkan posisi Januari 2020 sebesar Rp 16 triliun.
Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo menjelaskan tekanan likudiitas yang terjadi pada Jiwasraya mayoritas atau 92% disebabkan oleh produk JS Saving Plan. Tercatat, utang klaim dari produk JS Saving Plan mencapai Rp 16,5 triliun yang berasal dari 17.452 peserta. Lalu, ada utang klaim dari nasabah tradisional korporasi sebesar Rp 600 miliar dari 22.735 peserta.
Selain itu, ada utang klaim dari nasabah tradisional retail yang totalnya mencapai Rp 900 miliar. dari 12.410 peserta. Utang klaim dari nasabah tradisional retail ini terbagi menjadi dua, yaitu klaim meninggal senilai Rp 200 miliar dan klaim tebus senilai Rp 700 miliar.
"Belum dibayar karena kondisi likuiditasnya terus memburuk," katanya dalam rapat Panitia Kerja dengan Komisi VI DPR di Komplek Parlemen, Jakarta, Selasa (7/7).
(Baca: Terseret Kasus Jiwasraya, Sinarmas Serahkan Dana Rp 77 M ke Negara)
Utang klaim ini menyebabkan kondisi Jiwasraya tertekan dari dua sisi, yaitu dari sisi naiknya liabilitas dan turunnya nilai aset. Per Mei 2020, total liablitas Jiwasraya tercatat sebesar Rp 52,9 triliun. Ini terdiri dari liabilitas polis tradisional senilai Rp 36,4 triliun dan liabilitas JS Saving Plan senilai Rp 16,5 triliun.
Tiko mengatakan bahwa meningkatnya liabilitas Jiwasraya lantaran produk JS Saving Plan memiliki janji bunga masa depan yang tinggi, sekitar 12% sampai 14%, dan tidak pernah disesuaikan dengan tingkat bunga di pasar.
"Bunga di pasar turun, namun janji masa depan dari program ini masih sangat besar sekali sehingga dampaknya pada liabilitas yang terus meningkat," kata Tiko, sapaan akrabnya.
(Baca: Bunga Tetap 10% JS Saving Plan Memicu Goyahnya Jiwasraya sejak 2017)
Sementara itu, nilai aset Jiwasraya hanya mencapai Rp 17 triliun pada Mei 2020. Posisi aset ini turun dibandingkan Rp 23 triliun pada 2018 dan Rp 18 triliun pada 2019. Mayoritas aset tidak likuid dan berkualitas buruk karena tidak sesuai dengan tata kelola yang baik.
"Jadi, perusahaan ini bisa dibilang, antara aset dengan liabillitas hanya sepertiga," ujarnya.
Selain itu, buruknya kondisi Jiwasraya juga terlilhat dari rasio Risk Based Capital yang berada di level -1.907%. Padahal, Otoritas Jasa Keuangan mematok batas minimal RBC berada di level Rp 120%.
Kondisi Jiwasraya ini akan semakin buruk jika tidak segera dilakukan restrukturisasi polis. Ini dapat dilakukan, antara lain dengan menurunkan tingka janji bunga masa depan di kisaran yang normal saat ini yaitu 6%-7%. "Artinya, semakin lama kami menunda restrutkurisasi polis, maka kewajiban liabilitas makin lama makin besar," katanya.