Aset Keuangan Syariah Hanya Terkumpul Rp 1.710 T dalam 28 Tahun

Donang Wahyu|KATADATA
Ilustrasi. Hingga September 2020, aset perbankan syariah Rp 575,85 triliun, industri keuangan bukan bank syariah Rp 111,44 triliun, dan pasar modal syariah Rp 1.022,87 triliun.
29/12/2020, 18.44 WIB

Pemerintah mencatat industri keuangan syariah tumbuh positif bahkan lebih baik dibandingkan konvensional selama pandemi Covid-19. Namun,  total aset keuangan syariah di luar saham hingga September 2020 baru mencapai Rp 1.710,6 triliun.

"Sejak 1992 hingga September 2020, total aset keuangan syariah tidak termasuk saham, baru mencapai Rp 1710,16 triliun dengan pangsa pasar 9,69%" ujar Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam Acara Sharia and Business Academic Synergy 2020, Selasa (29/12).

Aset tersebut mencakup aset perbankan syariah Rp 575,85 triliun, industri keuangan bukan bank syariah Rp 111,44 triliun, dan pasar modal syariah Rp 1.022,87 triliun.

Sri Mulyani menjelaskan, aset perbankan syariah tumbuh 10,97%, lebih tinggi dibandingkan perbankan konvensional sebesar 7,77%. Dana pihak ketiga dan pembiayaan bank syariah juga tumbuh 11,56% dan 9,42%, lebih baik dibandingkan bank konvensional yang tumbuh masing-masing 11,49% dan 0,55%. 

"Ini sering terjadi di dalam suasana krisis seperti yang terjadi pada 2008 yang lalu. Perbankan syariah memang memiliki posisi yang cukup stabil," kata Sri Mulyani.

Daya tahan perbankan syariah juga terlihat dari rasio kecukupan modal dan pembiyaan bermasalahyang cenderung stabil. CAR perbankan syariah tercatat 23,5% sedangkan rasio Non-Performing Financing  gross sebesar 3,31%.

Di sisi lain, kapitalisasi pasar saham syariah menurun sejalan dengan kondisi pasar saham secara keseluruhan. Namun, jumlah investor dari saham syariah terus meningkat. Pada Juni 2020, pertumbuhannya mencapai 32% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.  Transaksi saham syariah pun meningkat 26% pada periode yang sama. 

Pengamat Ekonomi Syariah Yusuf Wibisono menilai Indonesia sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar memiliki potensi yang besar untuk mengembangkan pasar keuangan. "Masalah utamanya bukan masyarakat tidak berminat, tetapi rendahnya literasi keuangan syariah," ujar Yusuf kepada Katadata.co.id, Selasa (29/12).

Hal tersebut diperburuk dengan ekosistem keuangan syariah yang masih lemah sehungga aya saing keuangan syariah terhadap keuangan konvensional masih rendah.

Faktor signifikan lainnya adalah pasokan sumber daya manusia dengan kualitas tinggi yang masih terbatas. Implikasinya, keuangan syariah cenderung menjadi pengikut saja dan dengan kelengkapan layanan produk yang inferior dibandingkan keuangan konvensional.

Menurut Yusuf sudah saatnya pengembangan keuangan syariah tidak hanya mengandalkan pertumbuhan organik berbasis pasar, tetapi nonorganik dari dukungan pemerintah. Dukungan pemerintah dapat berupa penempatan dana BUMN, menjadikan bank syariah sebagai bank operasional pemerintah, hingga menurunkan penerbitan sukuk negara terutama sukuk ritel dan sukuk dana haji yang head to head dengan penghimpunan dana industri syariah.

Reporter: Agatha Olivia Victoria