Tren investasi di pasar keuangan kian meningkat di tengah pandemi Covid-19. Namun, tak banyak pilihan investasi yang memberikan imbal hasil tinggi di tengah tren bunga acuan Bank Indonesia yang rendah. Investasi saham dapat menjadi pilihan.
Direktur Utama Batavia Prosperindo Aset Manajemen Lilis Setiadi memperkirakan, 2021 merupakan tahun yang tepat untuk berinvestasi saham. Ini karena ekonomi Indonesia akan tumbuh lebih tinggi pada tahun ini.
Saat menanamkan modal melalui saham, menurut dia, investor harus bisa melihat masa depan perusahaan yang menawarkan saham tersebut. Salah satu faktor utama yang harus diperhatikan adalah pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Pemerintah memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia akan berada di antara 4,5-5,3% pada tahun 2021. "Dengan perekonomian yang membaik, perusahaan di sektor apapun akan mampu berkembang dengan positif juga," kata Lilis dalam Webinar BCA Expoversary Online 2021, Kamis (25/3).
Sebagian besar perusahaan kesulitan akibat permintaan yang lesu seiring pandemi Covid-19. Ekonomi Indonesia terkontraksi 2,07%. Indeks harga saham gabungan (IHSG) pada akhir tahun 2020 tercatat berada di level 5.979, turun 5,09% dibandingkan penutupan akhir 2019 yakni 6.299.
IHSG bahkan sempat menyentuh level terendah di level 3.937 pada penutupan 24 Maret 2020. Level tersebut merupakan yang paling rendah sejak 28 Juni 2021 yaitu 3.887. Kendati demikian, IHSG berangsur pulih selama tahun 2021. Hari ini, Jumat (26/3) IHSG ditutup pada level 6.195.
Lilis menuturkan, pasar saham domestik juga masih sangat menarik lantaran harga yang masih tergolong murah dibanding negara tetangga lainnya. Harga saham emiten di Indonesia kompetitif di mata investor asing. "Gabungan dari pertumbuhan ekonomi yang membaik dan harga saham yang relatif murah ini memberikan ruang yang kondusif untuk pasar saham tahun ini," ujarnya.
Di sisi lain, menurut dia, pasar obligasi erat hubungannya dengan suku bunga acuan Bank Indonesia. Saat bunga kebijakan turun, harga obligasi cenderung naik dan sebaliknya.
Lilis memperkirakan suku bunga BI yang berada di level 3,5% kemungkinan akan tidak akan berubah pada tahun ini. Prediksi tersebut karena adanya kemungkinan inflasi yang akan terus naik seiring pemulihan ekonomi RI. "Dengan kecenderungan suku bunga kebijakan yang cenderung datar, harga obligasi juga tidak akan jauh kemana-mana," kata dia.
Ia pun memperkirakan, imbal hasil investasi dari pasar obligasi tidak akan lebih tinggi dari pasar saham. "Jadi return 8-9% dari obligasi pada 2020 tidak akan terulang lagi tahun ini," ujarnya.
Inflasi pada tahun ini ditargetkan berada di level 2-4%. Badan Pusat Statistik mencatat, tingkat inflasi tahun ini per Februari mencapai 1,38%.
Analis BNP Parubas Assset Management Franky Rivan menjelaskan, pasar saham cenderung menawarkan imbal hasil yang lebih tinggi dibanding obligasi. "Namun risikonya cukup tinggi," kata Franky dalam Webinar BCA Expoversary Online 2021, Sabtu (20/3).
Meski demikian, jenis investasi apapun yang dipilih masyarakat akan menguntungkan dalam jangka panjang. Ini karena produk investasi bisa beradaptasi dengan inflasi atau kenaikan harga barang dan jasa. Sedangkan jika masyarakat hanya menabung di bank, dana yang disimpan akan tergerus inflasi.