Bank Indonesia (BI) akan mulai meluncurkan BI-Fast pada pekan kedua Desember 2021, sebagai infrastruktur transaksi ritel yang baru pengganti Sistem Kliring Nasional BI (SKNBI). Meski demikian, bank sentral memastikan keberadaannya tidak akan menganggu kegiatan bisnis perusahaan switching.
"Ini akan duduk bersanding, sehingga switching tidak akan kehilangan bisnis karena mereka juga melakuakn kliring dan setelmen," kata Asisten Gubernur Kepala Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran BI Filianingsih Hendarta dalam diskusi virtual dengan media, Rabu (3/11).
Ia memastikan bahwa perusahaan switching masih bisa memberikan fasilitas kliring dan penyelesiaan transaksi menggunakan kartu ATM maupun lainnya. Keberadaan BI-Fast menurutnya justru memberi lebih banyak pilihan bagi nasabah. Ia mengatakan nasabah bisa memilih menggunakan SKNBI, Gerbang Pembayaran Nasional (GPN) atau layanan yang disediakan switching.
"Justru BI-Fast ini menyediakan pilihan bagi masyarakat, sesuai kebutuhannya masing-masing, kalau butuh yang cepat dan dalam jumlah yang besar maka pakai BI-Fast," kata Fili.
Seperti diketahui, BI-Fast nantinya akan berperan sebagai sistem back-end atau di balik layar untuk penyelesaian transaksi antarbank. BI menetapkan tarif yang dikenakan kepada peserta maksimal Rp 2.500 per transaksi. Nilai tersebut lebih rendah dari tarif switching yang umumnya sebesar Rp 6.500 per transaksi.
Tarif BI-Fast juga jauh lebih rendah dibandingkan SKNBI sebesar Rp 2.900 per transkasi. Penggunaan BI-Fast dinilai lebih menguntungkan karena transaksi bisa dilakukan kapan saja dan setelmennya dilakukan saat itu juga, bahkan hanya dalam 25 detik. Berbeda dengan SKNBI yang transaksi hanya bisa dilakukan pada waktu tertentu dan setelmen di masing-masing bank bisa hingga 1 jam.
Di sisi lain, Fili justru melihat seiring kehadiran sistem yang baru, perusahaan switching bisa memanfaatkan adanya peluang bisnis baru. Switching bisa ikut serta untuk menyediakan infrastruktur bagi peserta penyelenggara BI-Fast.
"Bahkan switching ke depan bisa juga menjadi IT provider untuk sharing infrastrutkur, ini yang sedang disiapkan BI. Pasalnya yang bisa menyediakan sharing infrastructure selain bank, juga lembaga selain bank, itu bisa IT Provider independen, bisa switching, sepanjang memenuhi persyaratan," kata Fili.
Selain oleh BI, setiap peserta penyelenggara juga diwajibkan untuk menyediakan infrastruktur BI-Fast. Adapun BI telah menetapkan tiga ketentuan untuk penyediaaan infrastruktur tersebut. Pertama, penyediaan secara independen. Ini berarti satu bank menyediakan infrastruktur secara mandiri tanpa kerja sama dengan pihak lain.
Kedua, subindependen atau afiliasi. Ini merujuk pada kerja sama antarpeserta penyelenggaran yang berasal dari satu grup perusahaan yang sama. Ketiga, sharing antar peserta atau bekerjasama dengan pihak ketiga. Melalui skema terakhir ini, perbankan bisa berafiliasi dengan peserta lain sekalipun tidak berasal dari grup perusahaan yang sama.
Cara lainnya juga bekerjasama dengan pihak ketiga selaku penyedia infrastruktur, seperti yang dijelaskan Fili sebelumnya terkait potensi switching sebagai IT provider.
Implementasi BI-Fast ini akan dimulai pada pekan kedua Desember 2021. Sebagai tahap awal, BI akan menggandeng 22 perbankan sebagai peserta penyelenggaran sistem baru ini. Kendati demikian kepesertaannya akan terus ditambah setiap enam pekan sekali.
Pada tahap pertama, Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan BI-Fast hanya akan mencakup transfer kredit individual. Namun dalam perkembangannya, layanan BI Fast dapat berkembang. Selain melibatkan perbankan, Perry sebelumnya mengatakan setiap pihak dapat ikut serta termasuk fintech.