OJK Waspadai Tingginya Selisih Kredit dan Dana Nasabah di Perbankan

ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra
Sejumlah peserta menyimak paparan Direktur Inovasi Keuangan Digital Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Tris Yulianta sosialisasi layanan sistem elektronik pencatatan inovasi keuangan digital di ruangan OJK 'Innovation Center for Digital Financial Technology' (Infinity), Jakarta, Selasa (29/10/2019).
Penulis: Ihya Ulum Aldin
26/11/2021, 18.25 WIB

Otoritas Jasa Keuangan atau OJK melihat profitabilitas industri perbankan Tanah Air memiliki risiko tertekan. Pasalnya, pertumbuhan kredit industri keuangan ini tidak sejalan dengan pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) di tengah pandemi Covid-19.

"Ke depan hal yang patut kita waspadai adalah masih tingginya gap antara pertumbuhan kredit dan DPK yang dapat berpotensi menurunkan profitabilitas industri perbankan," kata Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Heru Kristiyana dalam sesi webinar, Jumat (26/11).

OJK mencatat, hingga Oktober 2021 kredit industri perbankan 3,24 % secara tahunan. Sementara, DPK pada periode itu tumbuh hingga 9,44 %. Meski begitu, pertumbuhan kredit perbankan mulai meningkat setiap bulannya.

Pertumbuhan Kredit Bank Umum
Bulan20212020Pertumbuhan
January Rp     5.397,1 Rp      5.502,8-1,92%
February Rp     5.419,1 Rp      5.538,1-2,15%
March Rp     5.496,4 Rp      5.712,0-3,77%
April Rp     5.482,1 Rp      5.609,9-2,28%
May Rp     5.514,4 Rp      5.585,9-1,28%
June Rp     5.581,7 Rp      5.549,20,59%
July Rp     5.563,7 Rp      5.536,10,50%
August Rp     5.586,0 Rp      5.521,81,16%
September Rp     5.652,8 Rp      5.530,52,21%
    
Sumber: Data Otoritas Jasa Keuangan
Catatan: dalam triliun rupiah
Pertumbuhan DPK Bank Umum
Bulan20212020Pertumbuhan
January Rp     6.569,6 Rp      5.941,710,57%
February Rp     6.645,9 Rp      6.035,610,11%
March Rp     6.804,5 Rp      6.214,39,50%
April Rp     6.798,4 Rp      6.128,010,94%
May Rp     6.836,9 Rp      6.175,310,71%
June Rp     6.966,3 Rp      6.260,411,28%
July Rp     6.965,8 Rp      6.308,110,43%
August Rp     7.059,5 Rp      6.487,88,81%
September Rp     7.162,3 Rp      6.650,87,69%
    
Sumber: Data Otoritas Jasa Keuangan
Catatan: dalam triliun rupiah

Selain itu, Heru menilai industri perbankan masih dihadapkan pada sejumlah tantangan, baik secara jangka pendek dan secara struktural. Meski masih ada tantangan, OJK sudah merespons dengan sejumlah kebijakan.

Tantangan jangka pendek yang bisa dihadapi oleh industri perbankan seperti ketidakpastian kapan penyelesaian pandemi Covid-19. Sejak melanda Indonesia sekitar Maret 2020, hingga kini belum ada tanda-tanda pandemi berakhir.

Tantangan lainnya datang dari bank sentral Amerika Serikat Federal Reserve alias The Fed. Pasalnya pengetatan stimulus alias tapering off sudah dimulai sejak November 2021 dengan mengurangi pembelian aset secara rutin sebesar US$ 15 miliar.

Heru mengatakan, tantangan jangka pendek juga berasal dari kondisi pasar keuangan yang mengalami volatilitas tinggi, juga bisa berpengaruh pada perbankan. Lalu, ada potensi risiko berakhirnya kebijakan stimulus fiskal untuk pemulihan perekonomian (Cliff Effect).

Ada juga tantangan dari potensi memburuknya kredit seret atau non-performing loan dan adanya cadangan kerugian penurunan nilai (CKPN) akibat proses restrukturisasi. "Untuk itu, OJK merespons dengan kebijakan yang melihat ke depan (forward looking policy) dengan mengeluarkan kebijakan restrukturisasi dengan segala infrastrukturnya," kata Heru.

Sementara dari segi tantangan secara struktural, OJK menilai ada sejumlah faktor. Seperti, tantangan perbankan dalam penguatan struktur dan daya saing. Menurut Heru saat ini skala usaha perbankan masih rendah, efisiensi rendah, dan disparitas skala usaha dan daya saing antar-bank yang tinggi.

Tantangan berikutnya adalah dari segi peran perbankan dalam perekonomian. Perbankan dibutuhkan untuk pembiayaan pembangunan nasional, namun pasar keuangan masih dangkal, pembiayaan berkelanjutan belum optimal, dan inklusi keuangan yang masih rendah.

Perbankan Tanah Air juga harus menghadapi revolusi ekonomi dan layanan digital. Di tengah perkembangan ekonomi digital dan teknologi di sektor keuangan, terjadi perubahan perilaku dan ekspektasi masyarakat akan layanan keuangan.

Hal ini menjadi tantangan di sektor perbankan karena adanya risiko serangan siber, lalu investasi infrastruktur teknologi yang mahal, dan timbulnya kompetisi dengan perusahaan teknologi finansial. "Untuk itu, OJK meletakkan dasar transformasi industri ke arah digital secara smooth," kata Heru.

Berdasarkan data OJK hingga Oktober 2021 kredit perbankan tumbuh sebesar 3,24 %. Secara sektoral, kredit sektor utama tercatat mengalami peningkatan terutama pada sektor manufaktur dan rumah tangga dengan peningkatan masing-masing sebesar Rp 5,3 triliun dan Rp 8,8 triliun. "Hal ini mencerminkan dukungan perbankan dalam pemulihan ekonomi nasional semakin membaik," kata Heru beberapa saat yang lalu.