Tingkat literasi keuangan masyarakat lebih rendah dibandingkan tingkat inklusi keuangan masyarakat. Menurut data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), tingkat literasi keuangan masyarakat sekitar 38,03%; sedangkan tingkat inklusi keuangan sebesar 76%.
Indeks literasi keuangan sebesar 38,03% itu menunjukkan, dari setiap 100 jiwa penduduk hanya ada sekitar 38 orang yang memiliki pemahaman tentang lembaga keuangan dan produk jasa keuangan dengan baik. Dengan demikian terdapat 62 jiwa penduduk lainnya yang belum memiliki literasi keuangan.
Adapun literasi keuangan yang dimaksud di sini adalah pemahaman mengenai fitur, manfaat, risiko, serta hak dan kewajiban terkait produk dan layanan jasa keuangan. Literasi keuangan juga mengukur tingkat keterampilan, sikap, serta perilaku yang benar dalam menggunakan produk dan layanan jasa keuangan.
Anggota Dewan Komisaris OJK Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen, Friderica Widyasari Dewi, mengatakan celah antara literasi dan inklusi ini menunjukkan banyak masyarakat yang menggunakan produk jasa keuangan tanpa memiliki pengetahuan yang cukup mengenai produk tersebut.
“Kok lebih tinggi literasinya daripada inklusinya? Berarti masih banyak orang yang menggunakan produk dan jasa keuangan, tapi belum paham. Ini bahaya sekali,” kata Friderica dalam kegiatan santri cakap literasi keuangan syariah (Sakinah), di Pondok Pesantren Al Munawwir Krapyak, Bantul, Yogyakarta, Sabtu (22/10)
Untuk menutup celah antara literasi dan inklusi, OJK berusaha untuk terus bekerja sama dengan seluruh stakeholder dan pelaku industri jasa keuangan.
"Jadi kalau orang pakai produk jasa keuangan harus paham juga. Angkanya sesuai target pak Presiden Joko Widodo, Insya Allah kita bisa mencapai inklusi keuangan 2024 sebesar 90%," lanjut Friderica
Santri cakap literasi keuangan
Salah satu program OJK dalam memberikan literasi keuangan kepada masyarakat adalah melalui kegiatan santri cakap literasi keuangan syariah (Sakinah). Dalam rangka memperingati hari santri nasional, OJK melakukan sosialisasi kepada para santri di Pondok Pesantren Al Munawwir Krapyak, Bantul, Yogyakarta, Sabtu (22/10).
Friderica mengatakan, santri didorong memiliki tingkat literasi keuangan yang baik agar dapat memperoleh kesempatan yang sama dalam mengakses keuangan atau inklusi pada lembaga jasa keuangan formal.
“Pada intinya belajar keuangan itu adalah kemampuan kita untuk dapat mandiri secara keuangan nantinya. Karena sebetulnya ilmu tentang pengelolaan keuangan adalah essential life skill atau keterampilan hidup yang sangat penting dibutuhkan oleh kita semua,” kata Friderica, Sabtu (22/10).
Dalam acara tersebut, Friderica juga menyampaikan bahwa penting untuk para santri mempelajari mengenai tren keuangan saat ini di luar ekonomi syariah. Seperti green economy atau ekonomi hijau hingga metaverse.
“Kalian (para santri) harus belajar green economy. Karena sebenarnya itu adalah sesuatu yang sedang tren, dan nanti saya yakin di zaman kalian itu akan menjadi sesuatu yang besar dan harus mulai dipelajari dari sekarang," kata Friderica
Selain itu, Frederica juga menyarankan para santri untuk belajar trend keuangan digital yang akan booming di masa depan.
"Belajar tentang kripto, belajar tentang metaverse, jadi banyak sekali hal-hal baru yang bisa dipelajari melalui digital teknologi, digital ekonomi, dan saat ini banyak sekali yang bisa dipelajari" ujar Friderica.
Kementerian Agama (Kemenag) mencatat ada 1,4 juta santri yang bermukim di pondok pesantren di seluruh wilayah Indonesia. Jawa Timur memiliki jumlah santri bermukim paling banyak, yakni 323,3 ribu orang.
Tak hanya itu, dalam kesempatan yang sama, Friderica juga menyampaikan dalam waktu dekat OJK akan meluncurkan Learning Management System (LMS) keuangan syariah. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan literasi dan inklusi keuangan syariah di Indonesia.
Modul LMS keuangan syariah ini akan diisi dengan pengenalan keuangan syariah, fikih muamalah, akad dalam keuangan syariah, dan pengenalan dana sosial serta kuangan syariah.
"Oktober ini kami akan meluncurkan LMS Keuangan Syariah terdiri dari sejumlah modul basic hingga intermediate dan disediakan secara gratis,” kata Friderica
Sebelumnya, OJK sudah meluncurkan modul LMS konvensional. Dalam modul tersebut terdapat sepuluh tingkat dasar yang terdiri dari sepuluh materi. Seperti materi terkait OJK, Satgas Waspada Investasi, perencana keuangan, perbankan, dan liteasi keuangan digital.