Dana Pensiun Tersangkut Dananya di Saham, Pengamat: Bisa Karena 2 Hal

ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/foc.
Layar menampilkan pergerakan perdagangan saham di Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Senin (2/1/2023). Pada pembukaan perdagangan saham di awal tahun 2023, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dibuka melemah 8,51 poin atau 0,12 persen ke 6.842,11.
Penulis: Lona Olavia
10/3/2023, 14.47 WIB

Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir menyatakan, dana pensiun (Dapen) BUMN tercatat mengalami defisit kecukupan dana yang cukup besar mencapai Rp 9,8 triliun pada tahun 2021. Defisit ini diakibatkan 65% Dapen BUMN tercatat punya masalah keuangan dan hanya 35% Dapen BUMN yang dinyatakan sehat.

Beberapa Dapen pelat merah itu bahkan ada yang tersandung dananya di emiten yang terancam dihapus sahamnya atau delisting dari Bursa Efek Indonesia (BEI).

Pengamat Industri Keuangan Non-Bank sekaligus mantan Ketua Asosiasi Dana Pensiun Indonesia (ADPI) Suheri mengatakan, Kementerian BUMN sudah seharusnya mengambil langkah tegas untuk melakukan audit terkait permasalahan di kinerja keuangan Dapen. 

Sudah seharusnya kata Suheri, pengurus saat melihat emiten tersebut IPO mengetahui prospek jangka panjangnya. Lalu jika sudah membeli, namun dalam perkembangannya tidak sesuai dengan prospektus maupun dengan analisisnya, maka pengurus harus berani ambil tindakan untuk cut loss.

Jika langkah tersebut dilakukan sesuai fakta, maka seharusnya pengurus tidak usah takut jika itu dianggap sebagai hal yang merugikan negara. Apalagi seperti diketahui menaruh investasi di instrumen saham itu memang tinggi resikonya. Hal seperti itu pun bisa dialami siapapun.

"Namanya investasi ada gain, tapi ada resiko juga. Jika perlu cut loss, itu bukan kerugian yang merugikan negara karena investment decision yang salah. Kalau ditakut-takuti nanti malah makin drop dan seperti ini kejadiannya," katanya kepada Katadata, Jumat (10/3).

Namun kata Suheri, yang perlu dicermati adalah pada saat keputusan untuk membeli saham itu diambil, apakah itu murni dari analisis atau ada kongkalikong antara pemilik bisnis dan pengurus.

"Nah yang by design ini yang perlu diselidiki. Sudah tahu emiten tidak bagus tapi kenapa dibeli sahamnya," ucap Suheri.

Suheri pun mengatakan, permasalahan yang muncul terkait kinerja keuangan dana pensiun itu bisa karena dua hal. Yakni, kesalahan analisis pasar atau kongkalikong alias by design antara pengurus dan pemilik perusahaan terbuka tersebut.

Meski begitu, Suheri mengatakan alokasi dana pensiun ke portofolio saham merupakan hal yang lumrah di negara manapun. Apalagi dana pensiun itu sifatnya sesuai dengan saham yang jangka panjang.

"Dapen harus cari emiten yang secara bisnis prospektif, bisa memberikan gain ke investor baik berupa kenaikan harga maupun dari dividen," katanya.

Dia pun berpesan kepada pengurus Dapen jika mengalokasikan dananya ke saham, juga harus dilihat beberapa hal. Misalnya, profil resiko dan pesertanya, berapa usianya dan lain-lain. Baru setelah itu bisa ditentukan berapa ekspektasi resiko dan keuntungan yang diharapkan.

"Idealnya untuk taruh jumlah dananya di saham itu berbeda-beda tiap Dapen tergantung liabilitas mereka. Karena mereka punya kewajiban dan beban masing-masing. Untuk bisa memenuhi ini, portofolionya seperti apa," kata Suheri.

 

Adapun portofolio yang dibuat tegas Suheri tidak boleh keluar dari arahan POJK yang dibuat oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan pendirinya.

Suheri menuturkan, jika dilihat dari ketentuan bagaimana dana pensiun mengelola investasi sebetulnya ketentuannya sudah sangat jelas di POJK, di mana hanya boleh dalam instrumen tertentu atau sekitar 19 kelompok instrumen yang diperkanankan.

Jika melihat investasi dana pensiun di pasar modal seperti berkaca pada kasus Asabri dan Jiwasraya itu terjadi lantaran permasalahan pada pemilihan instrumen pasar modal. Misalnya saja dana pensiun PT Bukit Asam Tbk (PTBA) dan PT Pertamina.

Dapen Bukit Asam saat ini tercatat memiliki 312,50 juta saham di PT Eureka Prima Jakarta Tbk (LCGP). Angka ini setara dengan 5,55% dari total modal disetor. LCGP telah di suspensi sejak Mei 2019 dan berpotensi delisting berdasarkan pengumuman bursa No.Peng-00058/BEI.PP3/11-2022. 

Selain LCGP, Dapen Bukit Asam juga menyetor modal ke PT Ratu Prabu Energi Tbk (ARTI) sebanyak 735 juta saham. Ini setara 9,375% dari total saham yang disetor di emiten bidang investasi di bidang energi tersebut. Adapun saham perseroan ini telah disuspensi selama 12 bulan dan masa suspensi akan mencapai 24 bulan pada tanggal 30 November 2023.

Sedangkan Dapen karyawan Pertamina tersangkut di saham PT Sugih Energy Tbk (SUGI). Dapen Pertamina memiliki 1,99 miliar saham di emiten bidang investasi pertambangan ini. Hingga kini Sugih Energy disuspensi di seluruh pasar. Suspensi saham emiten investasi minyak dan gas itu sudah cukup panjang, yakni 30 bulan per Januari 2023.

Selain itu, teranyar ada kasus Dana Pensiun Pelindo yang akan diselidiki Kementerian BUMN dan Kejaksaan Agung. Pengusutan terkait perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam pengelolaan dana pensiun pada Dana Pensiun Perusahaan Pelabuhan dan Pengerukan (DP4) tahun 2013 hingga 2019.

Sebagai informasi, Dana Pensiun Perusahaan Pelabuhan dan Pengerukan (DP4) diketahui sebagai pengelola dana pensiun yang didirikan PT Pelabuhan Indonesia II, serta empat mitra pendiri yang terdiri dari PT Pelabuhan Indonesia I, III, IV dan PT Pengerukan Indonesia.