Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebut kesenjangan atau gap inklusi keuangan antara masyarakat perkotaan dan pedesaan semakin menyempit.
“Kesenjangan indeks inklusi keuangan antara pedesaan dan perkotaan mulai menyempit. Dari angka 15% pada tahun 2019 menjadi 4% pada tahun 2022,” ujar Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi dan Pelindungan Konsumen OJK Friderica Widyasari Dewi dalam rangkaian kegiatan Digital Financial Inclusion Festival (DFIF), ASEAN Festival 2023 di Jakarta, Kamis (24/8).
Kiki biasa ia disapa mengatakan, untuk mendorong negara ASEAN memiliki pertumbuhan ekonomi yang cepat, inklusif, dan berkelanjutan, diperlukan stabilitas keuangan. Adapun inklusi keuangan tetap menjadi salah satu isu prioritas dalam pembangunan ekonomi ASEAN. Hal ini tercermin dalam deklarasi para pemimpin ASEAN yang antara lain menggarisbawahi komitmen ASEAN untuk mendukung inklusi keuangan.
“Oleh karena itu, OJK secara konsisten terus berinovasi untuk mendorong percepatan dalam inklusi keuangan di seluruh wilayah, terutama di pedesaan,” ucapnya.
Kiki menjelaskan berbagai program dan kebijakan yang telah dijalankan OJK mampu mendorong inklusi keuangan di masyarakat. Inklusi keuangan adalah kunci untuk mengurangi kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan, serta mendorong pertumbuhan ekonomi.
OJK dikatakannya, terus menggenjot pelaksanaan berbagai program kerja inklusi keuangan antara lain melalui pembentukan Tim Percepatan Akses Keuangan Daerah (TPAKD) yang saat ini sudah mencapai 495 TPAKD di 34 provinsi.
OJK juga secara konsisten terus melakukan inovasi untuk mendorong percepatan inklusi keuangan di seluruh daerah dengan menerapkan program Ekosistem Keuangan Inklusif yang sudah terbentuk di 35 desa.
Berdasarkan Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan tahun 2022, indeks inklusi keuangan di pedesaan meningkat dari 68,5% pada tahun 2019 menjadi 82,7% pada tahun 2022, sedangkan di perkotaan meningkat dari 83,6% pada tahun 2019 menjadi 86,7% pada tahun 2022.
Di acara yang sama Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar mengatakan, selain memperkuat inklusi keuangan, OJK juga terus mendorong kualitas inklusi keuangan. Langkah itu melalui peningkatan program literasi keuangan yang diharapkan dapat meningkatkan kapasitas masyarakat agar tidak terlalu rentan terhadap berbagai aktivitas ilegal di sektor jasa keuangan.
“Ini adalah salah satu tujuan paling penting untuk mempercepat inklusi keuangan, yang berarti mengentaskan kemiskinan dan memberdayakan masyarakat kita melalui percepatan integrasi ke dalam perekonomian masing-masing negara anggota ASEAN,” kata Mahendra.
Dikatakannya, visi ASEAN 2025 mengenai inklusi keuangan memiliki sasaran yaitu menurunkan rata-rata eksklusi keuangan di ASEAN dari 44% menjadi 30%. Atau meningkatkan persentase inklusi keuangan menjadi 70% dan meningkatkan kesiapan infrastruktur inklusi keuangan dari 70% menjadi 85%.
Menurut Mahendra, selain memperkuat inklusi keuangan, OJK juga terus mendorong kualitas inklusi keuangan melalui peningkatan program literasi keuangan. Langkah ini diharapkan dapat meningkatkan kapasitas masyarakat agar tidak terlalu rentan terhadap berbagai aktivitas ilegal di sektor jasa keuangan.