Otoritas Jasa Keuangan atau OJK mendorong Bank Perkreditan Rakyat (BPR) untuk dapat menghimpun pendanaan melalui pasar modal. Namun, BPR yang dimaksud OJK untuk menjadi perusahaan tercatat di Bursa Efek Indonesia harus memiliki kinerja yang baik.
Hal ini juga didukung oleh terbitnya Undang-undang Pengesahan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU PPSK) yang memberi lampu hijau bagi BPR menjadi perusahaan terbuka.
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar menyebut, jika BPR didorong untuk go public sebagai salah satu inisiatif untuk pengembangan di sektor jasa keuangan yang berorientasi pada peningkatan likuiditas dan daya saing.
Selain itu, inisiatif yang dilakukan OJK yaitu penyediaan liquidity provider atau penyedia likuiditas saham dan penyempurnaan aturan transaksi margin untuk meningkatkan likuiditas dan nilai transaksi di pasar saham. Selain itu, untuk menumbuh kembangkan industri reksa dana dan dana pensiun, OJK memperluas penyelenggaraan dana pensiun oleh manajer investasi.
"Kami juga mendorong BPR yang berkinerja baik dapat go public," kata Mahendra dalam acara Pertemuan Tahunan Industri Jasa Keuangan 2024, Selasa (20/2).
Pada kesempatan yang sama, Ketua Dewan Komisioner Lembaga Pemjamin Simpanan atau LPS Purbaya Yudhi Sadewa merespons inisiatif pencatatan perdana saham atau initial public offering (IPO) BPR harus benar-benar dipertimbangkan.
"Bagus inisiatifnya, tapi kan sifat alamiah BPR beda dari bank umum. Itu kan dimiliki oleh pemilik-pemilik yang relatif kecil size-nya," sebutnya.
Purbaya menilai BPR lebih kompatibel dengan lingkungan yang tertutup, artinya tidak menjadi perusahaan terbuka. Walaupun demikian rencana go public BPR akan bagus, jika dilihat dari sisi transparansi. "Repotnya adalah mereka harus laporan setiap 3 bulan, pusing mereka," kata Purbaya.
Jika menelisik dari catatan OJK, sejumlah BPR justru ditutup. Sejak awal tahun hingga Februari 2024, ada beberapa BPR yang sudah dicabut perizinannya. Misalnya saja seperti BPR Wijaya Kusuma yang dicabut pada 4 Januari 2024.
Selanjutnya ada BPRS Mojo Artho Kota Mojokerto yang dicabut 26 Januari 2024. Lalu ada BPR Usaha Madani Karya Mulia yang dicabut izinnya sebab pengurus dan pemegang saham gagal melakukan penyehatan.