Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tengah meminta tanggapan publik terkait Rancangan Peraturan OJK (RPOJK) tentang Penyelenggaraan Perdagangan Aset Keuangan Digital termasuk Aset Kripto. Salah satu ketentuan dalam RPOJK itu menyangkut syarat modal disetor untuk bursa aset kripto minimal Rp 500 miliar.
Ketentuan minimal modal disetor Rp 500 miliar ini berlaku pada saat pengajuan izin usaha bursa aset kripto. OJK juga meminta bursa kripto mempertahankan ekuitas sebesar 80% dari modal tersebut. Dalam jangka waktu tiga bulan setelah mendapatkan izin, bursa kripto wajib meningkatkan modal disetornya menjadi minimal Rp 1 triliun atau 2% dari total nilai transaksi yang difasilitasi.
Dalam RPOJK itu, pedagang kripto wajib memiliki modal disetor minimal Rp 100 miliar dan mempertahankan ekuitas minimal Rp 50 miliar. Kewajiban permodalan ini dirancang untuk memastikan bahwa pelaku pasar memiliki sumber daya yang cukup untuk menjalankan operasional dan memberikan perlindungan bagi konsumen.
Wakil Ketua Umum Asosiasi Blockchain dan Pedagang Aset Kripto Indonesia (Aspakrindo-ABI) Yudhono Rawis mengatakan RPOJK ini akan menjadi landasan regulasi yang lebih ketat dan jelas bagi industri aset kripto di Indonesia.
"Ini merupakan angin segar bagi kami sebagai pelaku pasar. Regulasi yang jelas dan pengawasan yang ketat dari OJK akan meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap aset kripto," ujar Yudho, yang juga CEO TokoCrypto, dalam keterangan tertulis, dikutip Jumat (6/9).
Menurutnya syarat permodalan tersebut akan mendorong bursa dan pedagang kripto untuk lebih profesional dalam mengelola pasar. Regulasi ini juga bakal memberikan perlindungan yang lebih baik bagi konsumen, terutama dalam hal keamanan aset dan data pribadi.
Salah satu fokus utama dari RPOJK ini adalah memastikan perdagangan aset kripto dilakukan secara transparan, wajar, dan efisien. Dalam RPOJK tersebut, OJK mewajibkan pelaku pasar, termasuk bursa dan pedagang aset kripto, untuk mematuhi prinsip tata kelola yang baik dan manajemen risiko yang ketat. Hal ini mencakup integritas pasar, keamanan dan keandalan sistem informasi, serta perlindungan data pribadi konsumen.
"Dengan ketentuan ini, konsumen aset kripto akan lebih terlindungi dari potensi risiko seperti pencurian data, penipuan, hingga manipulasi pasr yang selama ini menjadi perhatian di sektor aset digital," kata Yudho.
Perlindungan Data Pribadi
Selain itu, keamanan sistem informasi termasuk ketahanan siber juga menjadi fokus utama OJK untuk melindungi dana dan aset kripto milik konsumen. OJK mewajibkan penyelenggara pasar aset kripto untuk menggunakan sistem dengan standar keamanan tertinggi, termasuk ISO 27001 untuk manajemen kemanan informasi dan Disaster Recovery Center (DRC) yang terpisah di dalam negeri untuk mengatasi risiko operasional.
Menurut Yudho, langkah ini memberikan jaminan bahwa data pribadi dan aset digital konsumen akan terlindungi dengan baik dari ancaman peretasan atau gangguan lainnya. Kepercayaan konsumen menjadi salah satu prioritas utama dalam pengembangan ekosistem perdagangan aset kripto yang lebih aman dan teratur.
“Regulasi baru yang diterbitkan oleh OJK merupakan langkah signifikan dalam memperkuat pengawasan atas perdagangan aset kripto di Indonesia," ujarnya.
Dengan fokus pada transparansi, tata kelola yang baik, perlindungan data, keamanan sistem, dan syarat permodalan yang ketat, OJK berupaya memberikan perlindungan maksimal bagi konsumen sekaligus meningkatkan kepercayaan masyarakat dalam berinvestasi di aset kripto. Yudho menilai, hal ini akan mendorong pertumbuhan sektor aset digital yang lebih sehat dan berkelanjutan di masa mendatang.