Harga Bitcoin (BTC) turun dengan cepat ke level di bawah US$64.000 (Rp 973 juta) setelah naik sekitar 14% pascapenurunan suku bunga acuan Bank Sentral Amerika Serikat (The Fed) sebesar 50 basis poin. Pemilihan perdana menteri baru di Jepang pada akhir pekan lalu menjadi pemicunya.
Dalam sebuah pilihan yang mengejutkan, Partai Liberal Demokratik yang berkuasa di Jepang memilih Shigeru Ishiba sebagai perdana menteri berikutnya. Ishiba diyakini sebagai sosok yang mendukung rencana Bank of Japan (BoJ) untuk mengembalikan kebijakan moneter ke keadaan normal, yaitu suku bunga yang lebih tinggi. Setelah terpilih sebagai perdana menteri, Ishiba menyerukan agar pemilihan umum segera diadakan pada akhir Oktober.
Melansir laporan Coindesk, kenaikan suku bunga BOJ yang sangat rendah pada akhir Juli lalu menyebabkan pelepasan yang hebat pada apa yang disebut yen carry trade dan kepanikan global berikutnya di pasar keuangan. Kebijakan tersebut membuat harga Bitcoin anjlok dari sekitar US$70.000 (Rp 1,06 miliar) menjadi di bawah US$50.000 (Rp 760,2 juta) dalam beberapa hari.
Aksi jual yen sangat buruk sehingga BoJ harus mengirim mantan pejabatnya untuk mencoba menenangkan pasar dengan mengatakan bank sentral tidak akan menaikkan suku bunga lagi pada 2024. Namun, pemilihan Ishiba pada akhir pekan lalu, memicu kenaikan yen dan penurunan cepat sebesar 5% pada rata-rata saham Nikkei Jepang.
Aksi jual di bursa saham Jepang ini merembet ke Bitcoin, yang dengan cepat turun dari sekitar US$66.000 (Rp 1,03 miliar) menjadi serendah US$63.300 (Rp 962 juta). Bitcoin melambung ke US$63.800 (Rp 970,11 juta) pada Senin (30/9), turun sekitar 3% dari level hari Jumat.
Saham-saham Eropa turun sekitar 1% pada tengah hari sedangkan indeks saham berjangka AS hanya menunjukkan sedikit kerugian.
Harga Bitcoin Rentan Turun Setelah Kenaikan Besar
Sebelum aksi jual yang terjadi akhir pekan lalu, Bitcoin telah menikmati kenaikan yang kuat sejak The Fed memangkas suku bunga acuan sebesar 50 basis poin pada pertengahan September. Langkah ini juga didukung oleh Cina yang meluncurkan gelombang stimulus moneter dan fiskal untuk membantu mendorong ekonomi dan pasar negara tersebut.
Setelah menikmati minggu terbaiknya dalam lebih dari satu dekade, Shanghai Composite melonjak 8% pada hari Senin (30/9).
"Sejumlah indikator pada akhir pekan lalu, menunjukkan kondisi overbought (jenuh beli)," kata Analis CoinDesk, James Van Straten, pada Senin (30/9). Salah satu indikator jenuh beli terlihat pada tingkat pendanaan abadi untuk kontrak berjangka Bitcoin. Van Straten mencatat kontrak berjangka Bitcoin telah naik ke level yang mendekati level yang terlihat sebelum aksi jual pada akhir Juli dan Agustus lalu.
Prospek Bitcoin ke Depan
Minggu ini adalah awal bulan baru. Sejumlah laporan ekonomi utama dan pembicaraan bank sentral menjadi fokus pelaku pasar. Pada Senin (30/9), Gubernur Fed Jerome Powell mengomentari prospek kebijakan ekonomi dan moneter dalam sebuah pidato di pertemuan tahunan Asosiasi Nasional Ekonomi Bisnis.
Pada Selasa (1/10) dan Kamis (3/10) akan ada laporan sektor manufaktur dan jasa AS dari Institute for Supply Management (ISM). Adapun data ketenagakerjaan bulan September akan dirilis pada Jumat (4/10).
Data-data tersebut dapat sangat mempengaruhi keputusan suku bunga The Fed pada pertemuan kebijakan berikutnya di awal November (tepat setelah Pemilihan Presiden AS). Saat ini, pasar memberikan peluang dua banding tiga untuk penurunan suku bunga The Fed sebesar 25 basis poin, menurut indikator CME FedWatch.
Secara mengejutkan, The Fed memangkas suku bunga acuannya sebesar 50 basis poin, bukan 25 basis poin pada pertemuan September lalu, Keputusan The Fed itu memicu pergerakan naik aset-aset kripto. Perubahan yang cukup besar pada peluang penurunan suku bunga di bulan November mendatang diperkirakan akan kembali mempengaruhi jalur harga aset-aset kripto.