Kemenkomdigi Sorot Literasi, Sebut Judi Online Jadi Hiburan Saat Ekonomi Sulit
Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemkomdigi) menyebut marak golongan mayarakat kelas menengah ke bawah mencari hiburan lewat juni online atau judol.
Direktur Pengawasan Sertifikasi dan Transaksi Elektronik, Teguh Arifiyadi, mengatakan ketika masyarakat kelas menengah ke bawah tidak punya kekuatan ekonomi, tidak ada kesejahteraan, dan secara ekonomi makro sulit, hiburan dan harapan mereka akhirnya main judi online.
Ia menyebut kemampuan judi online sekarang sudah berkali-kali lipat dibanding kemampuan Kemkomdigi. Konten-konten di internet enggak bisa diblokir sepenuhnya, kata Teguh, karena pelaku dan konsumennya masih ada, selama mereka masih bisa hidup dan "makan", maka judol bakalan terus ada.
“Direktorat kami memang bagian dari pengendalian, tapi selama pemainnya masih ada, pasti tetap ada celah,” ucap Teguh dalam Katadata Policy Dialogue: Strategi Nasional Memerangi Kejahatan Finansial, di JS Luwansa Hotel, Jakarta, Selasa (5/8).
Literasi Masyarakat Rendah
Teguh mengatakan upaya memberantas judi online tak bisa hanya bergantung pada pemerintah. Menurutnya, seberapa besar pun kerja Kominfo dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), selama literasi masyarakat masih rendah, praktik judol bakal terus ada.
Ia menilai literasi tidak cukup disampaikan lewat forum-forum formal saja, tetapi perlu masuk ke dalam kurikulum pendidikan sejak usia dini. Ia berharap anak-anak bisa secara sadar menolak konten judi online, bukan karena takut pidana, tetapi memahami risiko dan dampak judi online.
Di samping itu, Deputi Komisioner Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan dan Perlindungan Konsumen (PEPK) OJK, Rizal Ramadhani, mengatakan liiterasi keuangan digital saat ini tengah didorong secara masif. OJK juga bekerja sama dengan pelaku jasa keuangan melalui berbagai kanal, dan bersinergi dengan kementerian dan lembaga, tidak hanya dalam lingkup Satgas, tapi kerja sama dari instansi lain.
Langkah ini dilakukan di level kementerian atau lembaga maupun seluruh pemangku kepentingan. Ia menilai sektor keuangan ini harus dijaga dengan baik sebab jika terganggu dampaknya bisa luas dan memengaruhi stabilitas keuangan secara keseluruhan.
“Masalah ini tidak hanya terkait dormant tapi semua baik aspek scam, maupu praktik judol,” tambah Rizal.
Selain itu, ia menjelaskan Satgas Pemberantasan Aktivitas Keuangan Ilegal (Satgas PASTI) melalui Indonesia Anti Scam Center (IASC) terus mendata kerugian yang dialami masyarakat akibat penipuan online. Per Juni 2025, OJK mencatat nilai kerugian masyarakat menembus Rp 4,1 triliun dan total dana korban yang diblokir mencapai Rp 348,3 miliar.
Ia menyebut berdasarkan catatan OJK, sebanyak 822 laporan perhari. Selain itu sebanyak 26.463 laporan kejahatan finansial perbulan yang korbannya dari berbagai profesi. Ia menyebut banyak modus pelaku kejahatan finansial, misalnya meniru tokoh-tokoh penting atau terkenal agar korban percaya dan lalu menguras uang di bank korban.
“Scam ini sudah menyebabkan kerugian besar di masyarakat,” ucap Rizal.