DPR Sebut Dana Talangan Pemerintah Tak Optimal Bikin Garuda 'Berdarah'

Donang Wahyu|KATADATA
Maskapai milik pemerintah, Garuda Indonesia
Penulis: Ihya Ulum Aldin
Editor: Lavinda
4/6/2021, 13.39 WIB

Kemelut yang terjadi dalam kondisi keuangan PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk menyisakan banyak pertanyaan bagi Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

Anggota Komisi VI DPR Andre Rosiade mempertanyakan alasan pemerintah baru mencairkan dana talangan berupa penyertaan modal negara (PMN) kepada Garuda Indonesia Rp 1 triliun. Padahal sudah dianggarkan sejak tahun lalu senilai Rp 8,5 triliun.

"Tiba-tiba Menteri Keuangan hanya turunkan Rp 1 triliun yang akhirnya menyebabkan permasalahan Garuda ini semakin berdarah-darah," kata Andre dalam Rapat Kerja antara Komisi VI DPR dan Kementerian BUMN, Kamis (3/6).

Andre mengatakan, Menteri BUMN Erick Thohir perlu menyampaikan kepada Presiden Joko Widodo dalam rapat terbatas soal kesepakatan PMN Garuda yang dibuat oleh Kementerian BUMN dan Komisi VI tersebut agar dilaksanakan.

"Menkeu juga diingatkan, sudah disepakati ya mbok' ya dilaksanakan," kata Andre.

Garuda Indonesia menjadi salah satu BUMN yang mendapat dana talangan sebesar Rp 8,5 triliun melalui program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Dana diberikan untuk modal kerja di tengah kondisi ekonomi dan industri penerbangan yang melesu akibat pandemi Covid-19.

Perusahaan seharusnya mendapat dana talangan itu melalui investasi non-permanen pemerintah pada Special Mission Vehicle (SMV) Kementerian Keuangan.

Menanggapi pertanyaan Andre, Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo mengatakan, untuk memperoleh dana talangan tersebut, perusahaan harus mencapai indikator kinerja kunci atau Key Performance Indicator (KPI).

Tahun lalu, pemerintah telah mencairkan dana talangan sebesar Rp 1 triliun untuk Garuda dengan skema obligasi wajib konversi (OWK). Pada Oktober sampai Desember 2020, perusahaan mulai membaik.

Namun, pada Januari hingga Maret 2021, pemerintah melaksanakan Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) dan larangan mudik. Alhasil, kinerja operasional Garuda kembali menurun dan tidak mencapai KPI.

"Oleh karena itu, maka OWK sisanya tidak bisa ditarik karena tidak memenuhi persyaratan pencairan dari OWK," ujar Kartika.

Rencananya, Kementerian BUMN akan kembali berkoordinasi dengan Kementerian Keuangan terkait persyaratan pencairan dana talangan tersebut.

Kaji Empat Opsi Restrukturisasi

Dalam kesempatan berbeda, Direktur Keuangan Garuda Indonesia Prasetio mengatakan, manajemen dan Kementerian BUMN selaku pemegang saham, sedang berkoordinasi untuk menyiapkan skema-skema restrukturisasi perusahaan.

"Opsi-opsi penyelamatan kami mempersiapkan konsolidasi, restrukturisasi, efisinesi, dan transformasi Garuda ke depan," ujar Prasetio.

Sebelumnya, pemerintah menyampaikan empat opsi penyelamatan Garuda. Pertama, pemerintah memberi pinjaman atau suntikan ekuitas. Kedua, menggunakan jalur hukum perlindungan kebangkrutan untuk restrukturisasi utang. Ketiga, restrukturisasi sembari mendirikan maskapai nasional baru. Opsi terakhir, yakni likuidasi dan membiarkan sektor swasta mengisi kekosongan.

Manajemen dan pemerintah mengkaji opsi-opsi yang ada secara mendalam dan hati-hati. Dia memastikan opsi yang dipilih akan memberi dampak terbaik bagi Garuda.

Salah satu tahap restrukturisasi yang sedang dilakukan adalah melakukan negosiasi dengan lessor atau perusahaan penyewa pesawat. Menurut dia, pihak lessor memberi dukungan agar armada tetap dipertahankan.

"Hubungan dengan lessor ini penting agar armada bisa dikelola supaya kami tetap memperoleh pendapatan dari operasi," ujar Prasetio.