Pemerintah memberi sinyal adanya kenaikan cukai rokok pada 2022, demi memenuhi target peningkatan pendapatan negara dari cukai sebesar 11,92% menjadi Rp 203 triliun. Menanggapi hal ini, dua pelaku industri hasil tembakau bereaksi sekaligus memberi saran kepada pemerintah.
Presiden Direktur PT Hanjaya Mandala Sampoerna Tbk (HMSP) Mindaugas Trumpaitis mengatakan pihaknya memahami kenaikan target pemerintah merupakan bagian dari upaya untuk memulihkan ekonomi nasional. Namun, rencana ini perlu dilengkapi arah kebijakan yang tidak hanya membebankan cukai kepada industri hasil tembakau.
Selain itu, menurut dia, pemerintah perlu melanjutkan reformasi kebijakan struktur cukai untuk meningkatkan produktivitas dari kenaikan pajak yang mengalami penurunan signifikan dibandingkan beberapa tahun belakangan.
"Hal ini terutama untuk cukai rokok buatan mesin," kata Mindaugas dalam paparan publik, Kamis (9/9).
Mindaugas berharap pemerintah tidak menaikan cukai dan harga jual eceran pada 2022 untuk segmen sigaret kretek tangan (SKT) yang padat karya. Tanpa kenaikan cukai pada segmen tersebut, Sampoerna yakin mampu mendorong daya saing SKT terhadap rokok mesin.
Selain padat karya, Mindaugas mengatakan segmen SKT didominasi tenaga kerja perempuan yang sangat rentan ketika industri tertekan. "Oleh karenanya, kebijakan perlindungan segmen SKT sangat penting untuk dipertahankan tahun depan," katanya.
Mindaugas berharap kenaikan cukai pada 2022 sifatnya moderat karena dinilai bisa mendukung keberlanjutan industri dan memberikan ruang untuk pulih dari dampak pandemi Covid-19. Ia memperkirakan kenaikan cukai yang berlebihan pada situasi ekonomi saat ini dapat memicu peningkatan permintaan dan kehadiran rokok ilegal.
"Sampoerna berharap pada 2022, pemerintah mengembalikan peta jalan kebijakan cukai tahun jamak (multiyears) sehingga dapat menciptakan lingkungan bisnis yang lebih dapat diprediksi dan membantu menarik lebih banyak investasi," katanya.
Mindaugas mengatakan dalam tiga tahun terakhir telah terjadi akselerasi downtrading, dimana perokok dewasa beralih ke produk dengan cukai dan harga lebih murah. Hal ini menyebabkan kinerja pangsa pasar Sampoerna pada semester I- 2021 mengalami penurunan sebesar dari 29,3% menjadi 28%.
Akselerasi downtrading ini didorong oleh selisih tarif cukai rokok mesin antara golongan 1 dan golongan 2 yang semakin besar, mencapai 40%. Kondisi ini menyebabkan penurunan penjualan di pabrikan golongan 1 yang membayar tarif cukai tertinggi. Sehingga, Sampoerna menilai penerimaan negara dari cukai menjadi tidak optimal.
Menurut dia, pemerintah dapat mengoptimalkan penerimaan cukai dan mengatasi akselerasi tren downtrading pada rokok mesin, salah satunya dengan memperkecil selisih tarif cukai cukai rokok mesin golongan 1 dan 2.
"Serta melanjutkan rencana penggabungan batasan produksi untuk sigaret kretek mesin (SKM) dan sigaret putih mesin (SPM) seperti awalnya akan diterapkan pada 2019,” kata Mindaugas.
Pelaku industri hasil tembakau lain, PT Gudang Garam Tbk (GGRM) menilai kenaikan cukai merupakan kenaikan biaya pokok penjualan bagi industri yang harus diikuti dengan kenaikan harga jual. Jika tidak diikuti oleh kenaikan harga jual, keuntungan perusahaan akan tergerus.
Strategi agar tidak terlalu menekan profitabilitas dan tetap memiliki daya saing di antara produsen rokok lainnya, dengan menaikkan harga jual sambil sadar bahwa Gudang Garam bukan produsen satu-satunya. Antisipasinya, dengan tidak membuat produk paling mahal di pasaran.
"Jadi, kami melihat kompetitor, apakah menaikan harga atau tidak," kata Direktur Gudang Garam Heru Budiman dalam paparan publik secara virtual, Kamis (9/9).
Kenaikan harga tersebut juga harus melihat daya beli masyarakat, terutama pada kalangan menengah ke bawah. Pasalnya, dengan penurunan daya beli masyarakat, volume penjualan rokok di Gudang Garam bisa menurun. "Jadi yang kami jaga perimbangannya," kata Heru.
Kenaikan cukai yang diterapkan pemerintah untuk 2021 dengan rata-rata 12,5% berimbas pada profitabilitas Gudang Garam. Laba bersih perusahaan yang bermarkas di Kediri, Jawa Timur tersebut mengalami penurunan 39,53% menjadi Rp 2,31 triliun sepanjang semester I-2021.
Untuk menutupi beban karena cukai, Gudang Garam sebenarnya sudah secara bertahap menaikan harga jual pada April dan Mei masing-masing sebesar Rp 500. Pada Juli dan September 2021 pun, Gudang Garam menaikan harga jual masing-masing Rp 500. "Ini diharapkan akan bisa menahan penurunan dari profitabilitas," kata Heru.
Sebelumnya, pemerintah menargetkan pendapatan dari cukai sebesar Rp 203,92 triliun dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2022. Nilai tersebut meningkat 11,92% dari outlook APBN 2021 yang sebesar Rp 182,2 triliun.
Target penerimaan ini akan dipenuhi dengan menaikkan tarif cukai rokok dan memperluas barang kena cukai (BKC), salah satunya cukai produk plastik. "Cukai hasil tembakau (CHT) ada target kenaikan. Seperti biasa, kami nanti akan menjelaskan mengenai aturan CHT," kata Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam konferensi pers nota keuangan dan RAPBN 2022, Senin (18/8).
Sri Mulyani menyampaikan terdapat empat pertimbangan dalam merumuskan kenaikan CHT. Pertama, aspek kesehatan yakni prevalensi merokok terutama pada anak-anak. Instrumen cukai dianggap mampu untuk menurunkan prevalensi perokok di Indonesia. Target RPJMN, prevalensi perokok anak-anak usia 10-18 tahun harus turun 9,1% menjadi 8,7% di 2021.
Kedua, tenaga buruh yang bekerja langsung di industri yang berjumlah 158,5 ribu orang dan petani yang berjumlah 2,6 juta orang. Dengan pertimbangan ini, pemerintah mengaku merumuskan kebijakan kenaikan tarif cukai tidak terlalu tinggi.
Ketiga, dari sisi penerimaan negara. Terkait penerimaan negara, pemerintah Joko Widodo (Jokowi) menargetkan cukai dalam RAPBN 2022 sebesar Rp 203,92 miliar. Angka ini naik 11,9% dibandingkan dengan outlook APBN 2021.
Keempat, faktor pemberantasan rokok ilegal. Rencana kenaikan cukai tak hanya dipengaruhi faktor penerimaan negara, ada juga program penerbitan cukai berisiko tinggi (PCBT) melalui pemberantasan pita cukai ilegal.