PT Aneka Tambang Tbk (Antam) menyatakan masih belum menerima pembayaran hasil divestasi 20% saham PT Dairi Prima Mineral (DPM) dari PT Bumi Resources Mineral Tbk (BRMS). Nilai piutang tersebut mencapai US$ 33,85 juta atau setara Rp 484,4 miliar.
Berdasarkan penjelasan manajemen Antam, piutang itu seharusnya dibayarkan oleh BRMS pada akhir kuartal III-2020. Namun, entitas usaha Grup Bakrie itu terlambat melakukan pembayaran karena mengalami kesulitan dalam mendanai proyek DPM.
"BRMS mengajukan perpanjangan waktu pembayaran dan mengajukan opsi terkait resolusi pelunasan piutang kepada ANTM. Saat ini, ANTM tengah mengkaji terkait aspek legal, governance, dan komersial atas usulan yang disampaikan BRMS," kata Corporate Secretary Division Head Antam Yuslan Kustiyan dalam keterbukaan informasi, Kamis (6/1).
Seperti diketahui, ANTM telah resmi menjual 20% saham DPM kepada BRMS pada 20 September 2018 senilai US$ 57,4 juta. BRMS telah melakukan pembayaran pertama pada ANTM senilai US$ 24 juta.
Dari sisi aset, ANTM membukukan Rp 33,3 triliun per September 2021 atau naik dari Rp 31,72 triliun per Desember 2020. Sementara, jumlah liabilitas Rp 12,95 triliun atau naik dari Rp 12,69 triliun. Ekuitas ANTM Rp 20,34 triliun masih meningkat dari Rp 19,03 triliun.
Setelah pembelian DPM dari ANTM, BMRS melakukan divestasi atas saham DPM kepada China Nonferrous Metal Industry’s Foreign Engineering & Construction Co Ltd. atau NFC China. Penjualan itu membuat BRMS mendapatkan dana segar senilai US$ 198 juta.
Dengan demikian, posisi pemegang saham DPM adalah BRMS sebanyak 49% dan NFC China memiliki sebanyak 51%. Dana hasil divestasi DPM ke NFC digunakan BRMS untuk pembayaran utang senilai US$ 110 juta, US$ 24 juta untuk pembayaran utang ke ANTM, dan sisanya sebagai belanja modal.
BRMS menyatakan baru dapat membayar utang pembelian DPM pada ANTM saat DPM mulai beroperasi. Saat ini, DPM masih dalam tahap konstruksi dan ditargetkan beroperasi pada 2024.
DPM telah memperoleh Izin Operasi Produksi seng dan timah hitam dari pemerintah pada Desember 2017 dengan periode produksi hingga 2047. Izin itu akan digunakan untuk menarik seng dan timah hitam dari area konsesi seluas 24.636 hektar.
Sebagai informasi, BRMS akan menerbitkan 23,63 miliar saham baru senilai Rp 70 per saham melalui hak memesan efek terlebih dahulu (HMETD). Dengan kata lain, BRMS akan mendapatkan dana segar hingga Rp 1,65 triliun.
Namun demikian, dana segar itu tidak akan digunakan untuk proyek DPM. BRMS akan menggunakan dana hasil right issue untuk pengembangan tambang emas perseroan, yakni PT Gorontalo Minerals dan PT Citra Palu Minerals.
Berdasarkan data Stockbit, saham ANTM telah tumbuh 16,27% sepanjang 2021 ke level Rp 2.250 per saham dari level penutupan 2020 di titik Rp 1935. Secara tahun berjalan, harga saham ANTM susut 80 poin atau melemah 0,44% menjadi Rp 2.240 per saham.