Pasar Unggas Moncer, Laba Japfa Meroket 120% Jadi Rp 2 Triliun 2021

ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/wsj.
Pegawai melintas di dekat monitor pergerakan indeks harga saham di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Selasa (7/12/2021).
5/4/2022, 16.53 WIB

PT Japfa Comfeed Tbk (JPFA) membukukan laba bersih sebesar Rp 2,02 triliun pada 2021, meroket 120,6% dari perolehan laba bersih Japfa tahun sebelumnya sebesar Rp 916,71 miliar. Kinerja yang cemerlang emiten sektor perunggasan ini mayoritas ditopang oleh penjualan komersial.

Berdasarkan laporan keuangan, penjualan bersih Japfa melonjak 21,40%, dari sebelumnya Rp 36,94 triliun menjadi Rp 44,87 triliun pada 2021. Segmen penjualan komersial menjadi kontributor terbesar dengan perolehan Rp 17,60 triliun, diikuti oleh segmen pakan ternak dengan perolehan mencapai Rp 13,92 triliun.

Kemudian, segmen pengolahan hasil peternakan dan poultry processing produk konsumen berkontribusi sebesar Rp 6,29 triliun dari sebelumnya Rp 5,22 triliun. Selanjutnya, segmen budidaya perairan sebesar Rp 3,94 triliun, pembibitan unggas sebesar Rp 2,66 triliun, serta perolehan segmen perdagangan dan lain-lain sebesar Rp 2,02 triliun.

Sementara itu, dari sisi segmen pasar, penjualan Japfa ke pasar domestik pada 2021 mencapai Rp 44,25 triliun atau naik 21,48% dari capaian tahun sebelumnya sebesar Rp 36,42 triliun. Lalu, penjualan ekspor naik 16,11% dari sebelumnya Rp 536,80 miliar menjadi Rp 623,30 miliar.

Perseroan juga mencatatkan kenaikan beban pokok penjualan sebesar 24,8% menjadi Rp 36,86 triliun dari sebelumnya Rp 29,53 triliun. Adapun, kenaikan signifikan terlihat pada beban bahan baku yang digunakan menjadi Rp 32,09 triliun atau naik 29,93% dari Rp 24,69 triliun.

Dalam materi paparan publik yang dirilis perseroan dalam keterbukaan informasi di Bursa Efek Indonesia (BEI), sepanjang 2021, perseroan menghadapi tantangan berupa membanjirnya DOC di pasar, di antaranya karena menurunnya daya beli dan pemberlakuan PPKM oleh pemerintah.

Meskipun harga live bird pada kuartal pertama dan kuartal kedua cukup baik, namun seiring dengan meningkatnya kasus Covid-19 menyebabkan permintaan ayam turun drastis pada kuartal ketiga. Hal ini menyebabkan harga live bird kembali tertekan.

"Situasi membaik pada kuartal keempat, ditunjukkan dengan adanya indikasi peningkatan kembali harga live bird," tulis manajemen JPFA dalam keterbukaan informasi, dikutip Selasa (5/4).

Selain itu, perseroan juga menghadapi tantangan dengan ketersediaan dan kenaikan hampir semua harga bahan baku, terutama bungkil kedelai dan jagung. Sementara, kenaikan harga bahan baku yang sangat signifikan tersebut tidak bisa sepenuhnya dibebankan pada kenaikan harga pakan, karena kondisi peternakan yang sedang mengalami kerugian dan masih lemahnya daya beli masyarakat.

Untuk tahun ini, perseroan akan terus memperkuat bisnis hilirnya melalui pengembangan bisnis pengolahan hasil peternakan dan produk konsumen, serta mendorong pertumbuhan penjualan ritel ke konsumen melalui outlet ritel yang dimiliki Perseroan baik secara offline maupun online.

Industri peternakan dan perikanan masih memiliki potensi yang sangat besar, mengingat populasi penduduk Indonesia yang besar. Masih rendahnya tingkat konsumsi protein hewani di Indonesia, membuat peluang usaha perseroan ke depan masih sangat terbuka lebar.

"Kami tetap yakin akan prospek jangka panjang dan pertumbuhan berkelanjutan perseroan pada masa-masa yang akan datang," ujar manajemen JPFA.

Reporter: Cahya Puteri Abdi Rabbi