Profil CATL, Korporasi Cina yang Gaet Antam di Proyek Baterai Listrik

Ajeng Dinar Ulfiana | KATADATA
Ilustrasi Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum.
Penulis: Lavinda
18/4/2022, 15.10 WIB

Produsen baterai listrik asal Cina, Contemporary Amperex Technology Co. Ltd (CATL) akan bekerja sama dengan PT Aneka Tambang Tbk (Antam) dan PT Indonesia Battery Corporation (IBC) untuk menggarap mega-proyek integrasi baterai kendaraan listrik Indonesia.

Tak tanggung-tanggung, nilai investasi gabungan dalam mega-proyek ini tercatat mencapai US$ 5,97 miliar atau Rp 85,77 triliun. Proyek tersebut mencakup penambangan dan pengolahan nikel, bahan baterai kendaraan listrik, manufaktur baterai kendaraan listrik, dan daur ulang baterai.

Jadi, bagaimana profil CATL?

CATL merupakan sebuah perusahaan produsen baterai asal Tiongkok yang didirikan pada 2011. Berpusat di Ningde, Provinsi Fujian, perusahaan ini berfokus untuk memproduksi baterai untuk kendaraan listrik dan sistem penyimpanan energi, serta sistem manajemen baterai.

Saat ini, perusahaan memiliki 10 fasilitas produksi yang berlokasi di wilayah Xining, Liyang, Yibin, Yichun, dan Xiamen.

Mengutip Wall Street Journals, perusahaan didirikan oleh Robin Zeng, pria berusia 53 tahun dengan gelar doctor dari Chinese Academy of Social Sciences.

CATL merupakan korporasi hasil pemisahan usaha atau spin-off dari perusahaan yang didirikan Robin Zeng sebelumnya bernama Amperex Technology Limited (ATL). Perusahaan ini sebelumnya berfokus pada produksi baterai untuk alat elektronik.

Dilansir dari Forbes, pada 2018, CATL merupakan penyedia baterai listrik berskala global. Menurut data firma riset dan penasihat Adamas Intelligence, dari semua kendaraan listrik penumpang baru yang dijual di seluruh dunia, 13% dari total kapasitas baterai dipasok oleh CATL.

Kemudian, pada 2020, CATL menguasai 22% pasar karena total kapasitas baterai terpasang sebesar empat kali lipat di mobil listrik baru. Kesuksesan CATL menghantarkan Zeng menjadi orang terkaya ketiga di Cina yang mengantongi harta US$ 51,4 miliar.

CATL juga membangun kemitraan dengan BMW, Volkswagen, dan Geely. Mengutip Reuters, CATL menandatangani kontrak kerjasama dengan BMW untuk memasok baterai lithium ion dan membangun pabrik pertama di Erfurt, Jerman Timur, pada 2018.

Pabrikan mobil Jerman itu membeli baterai mobil listrik dari CATL senilai US$ 4,8 miliar. Pabrik baru tersebut diperkirakan membuka 600 lapangan pekerjaan dan mencapai kapasitas produksi hingga 14 gigawatt per jam (GWh) pada  2022.

Sementara pada 2019, CATL menjalin kerjasama strategis dengan Volkswagen, adapun kerjasama yang dijalin dimulai dari pengembangan baterai, manufaktur, serta daur ulang dan penggunaan sekunder.

Seri kendaraan pertama Volkswagen yang menggunakan baterai CATL yakni, e-delivery yang merupakan seri kendaraan listrik VW sekaligus truk ringan bertenaga listrik 100%.

Sementara itu, mengutip laman perusahaan, CATL meluncurkan layanan pertukaran baterai untuk kendaraan listrik yang disebut EVOGO pada Januari lalu.

EVOGO memungkinkan pengemudi untuk memilih jumlah blok baterai yang akan disewa sesuai dengan kebiasaan mengemudi masing-masing.

Aksi korporasi terbaru, cucu usaha CATL yakni Ningbo Contemporary Brunp Lygend CO., Ltd (CBL) yang merupakan anak usaha Brunp Recycling Technology Co., Ltd menandatangani perjanjian kerjasama dengan PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) dan PT Industri Baterai Indonesia (IBI) untuk bekerja sama dalam proyek integrasi baterai EV Indonesia, yang meliputi penambangan dan pemrosesan nikel, bahan baterai EV, pembuatan baterai EV, dan daur ulang baterai.

Proyek tersebut dinilai akan semakin meningkatkan jejak CATL di industri baterai, memastikan pasokan bahan baku dan sumber daya hulu, menurunkan biaya produksi, dan mendorong pengembangan bisnis daur ulang baterai.

“Proyek Indonesia merupakan tonggak penting bagi CATL, dan itu akan menjadi lambang persahabatan abadi antara Cina dan Indonesia,” kata Robin Zeng, pendiri dan ketua CATL dalam keterangan resminya, diikutip Senin (18/4).

Proyek ini akan berbasis di provinsi Maluku Utara, Indonesia. Usaha patungan tersebut masih membutuhkan persetujuan dari pemegang saham perusahaan dan regulator.

Reporter: Cahya Puteri Abdi Rabbi