PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk melaporkan jumlah kerugian yang belum direalisasi pada investasi saham PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GOTO) per 31 Maret 2022 tercatat sebesar Rp 881 miliar.
Hal ini tercantum dalam laporan keuangan Telkom kuartal I 2022. Laporan ini disajikan sebagai kerugian yang belum direalisasi dari perubahan nilai wajar atas investasi anak usaha Telkom, Telkomsel, pada Goto, dalam laporan laba rugi konsolidasian.
Di sisi lain, harga saham GOTO juga terus merosot hingga 42,6% ke level Rp 194 dari harga pada pencatatan perdana saham yakni, Rp 338.
Menanggapi hal itu, Pujo Pramono Vice President Corporate Communication Telkom Indonesia mengatakan, ketika Grup Telkom mengambil langkah untuk berinvestasi di suatu perusahaan, tidak semata-mata hanya mempertimbangkan aspek keuntungan atau kerugian modal (capital gain/loss), tetapi juga mempertimbangkan aspek yang lebih luas lagi.
"Seperti sinergi dalam upaya membangun ekosistem digital nasional yang lebih besar, yang salah satunya melalui investasi TelkomGroup di GoTo," ujar Pujo kepada Katadata.co.id, dikutip Selasa (17/5).
Terkait dinamika harga saham, menurut dia, hal itu sangat mungkin terjadi di pasar saham. Harga saham bisa turun dalam, tetapi bisa juga melonjak cukup tinggi sesuai dengan kondisi pasar, baik itu global maupun regional.
"Naik turunnya harga saham ini dipercaya akan membuat potensi capital gain ataupun capital lost. Hal ini merupakan suatu yang lazim terjadi," ujarnya.
Menurut dia, adanya keuntungan atau kerugian yang belum terealisasi atau unrealized gain/loss dari naik turunnya harga saham merupakan hal yang belum terealisasi hingga saham tersebut dijual, sehingga belum bisa diakui sebagai keuntungan ataupun kerugian sebenarnya bagi perusahaan.
"Sebenarnya unrealised gain/loss terjadi karena treatment akuntansi yang mengharuskan menggunakan metoda marked to market di mana membandingkan nilai saham 31 Maret 2022 dengan periode penutupan buku keuangan sebelumnya (31 Desember 2021)," jelasnya.
Menurut dia, investasi Grup Telkom di GoTo akan menciptakan kolaborasi dan sinergi yang sangat bagus. Beberapa di antaranya, menghadirkan program khusus untuk mitra Gojek serta kemudahan mitra Gojek menjadi distributor (reseller) Telkomsel, akses mudah untuk reseller melalui GoShop, dan fitur keamanan serta potensi lainnya.
Dia mengatakan, investasi Telkomsel di GoTo bertujuan untuk menjadi solusi digital yang lengkap dengan nilai sinergi nilai yang cukup tinggi. Telkomsel memberikan solusi kepada pengemudi dan merchant Gojek untuk meningkatkan engagement melalui penggunaan layanan konektivitas digital dan platform iklan Telkomsel.
"Sehingga dengan adanya program sinergi ini, diharapkan akan tercipta nilai tambah yang berkelanjutan, baik bagi TelkomGroup, GoTo, dan Indonesia di masa depan," katanya.
Ke depan, lanjut Pujo, Telkom akan terus fokus meningkatkan sinergi nilai yang memberikan dampak positif bagi bisnis digital perusahaan.
Berdasarkan laporan keuangan Telkom, investasi pada obligasi konversi yang diukur pada nilai wajar melalui laba rugi merupakan investasi jangka panjang yang dimiliki oleh Telkomsel dan MDI Ventures dalam bentuk obligasi konversi pada berbagai perusahaan start up yang bergerak di bidang informasi dan teknologi.
Ini akan langsung dikonversi menjadi saham ketika jatuh tempo. Obligasi konversi tersebut akan jatuh tempo hingga 31 Desember 2023.
Investasi pada ekuitas yang diukur pada nilai wajar melalui laba rugi merupakan investasi jangka panjang dalam bentuk saham pada berbagai perusahaan start up yang bergerak di bidang informasi dan teknologi.
Investasi pada ekuitas yang diukur pada nilai wajar melalui laba rugi termasuk investasi Telkomsel pada PT Aplikasi Karya Anak Bangsa, atau Gojek Indonesia.
Pada 16 November 2020, Telkomsel mengadakan perjanjian dengan Gojek Indonesia untuk investasi dalam bentuk obligasi konversi tanpa bunga sebesar US$ 150 juta, atau setara dengan Rp 2,11 triliun per 31 Desember 2020.
Obligasi konversi tersebut akan jatuh tempo pada tanggal 16 November 2023. Investasi pada obligasi konversi oleh Telkomsel tersebut dengan model bisnis yang tujuannya bukan untuk mengumpulkan arus kas kontraktual dan bukan semata-mata pembayaran pokok dan bunga atas pokok yang terhutang. Dengan demikian, obligasi konversi diklasifikasikan sebagai nilai wajar melalui laba rugi (FVTPL).
Opsi beli saham preferen memberikan hak kepada Telkomsel untuk membeli saham preferen tambahan dari Gojek Indonesia.
Opsi beli saham preferen memberikan hak kepada Telkomsel untuk membeli tambahan saham preferen dari Gojek Indonesia sebesar US$ 300 juta dan dapat dieksekusi dalam waktu 12 bulan setelah tanggal efektif pada harga US$ 5.049 per saham. Opsi beli saham preferen adalah derivatif dan dicatat pada FVTPL.
Pada 17 Mei 2021, Gojek Indonesia dan PT Tokopedia merger menjadi PT GoTo Gojek Tokopedia (GoTo). Merger ini membuat Telkomsel mengeksekusi obligasi konversi sesuai dengan perjanjian, di mana obligasi akan dikonversi menjadi saham.
Berdasarkan perjanjian, GoTo akan membayar total jumlah konversi kepada Telkomsel, dan setelah menerima jumlah konversi tersebut, Telkomsel harus segera membayar jumlah konversi kepada GoTo sesuai dengan Perjanjian Pemesanan Saham.
Pada 18 Mei 2021, Telkomsel telah menandatangani Perjanjian Pembelian Saham untuk memesan 29.708 lembar saham konversi atau sebesar US$ 150 juta atau setara Rp 2,11 triliun dan 59.417 lembar saham tambahan dari opsi pembelian saham atau senilai US$ 300 juta atau setara Rp 4,29 triliun.
Berdasarkan perubahan akta pada 19 Oktober 2021, GoTo melakukan pemisahan nilai saham atau stock split dan mengubah jumlah kepemilikan saham Telkomsel dari 89.125 lembar saham menjadi 23.722.133.875 lembar saham.
Per 31 Maret 2022, Telkomsel menilai nilai wajar investasi di GoTo dengan menggunakan nilai penawaran saham GoTo pada saat IPO sebesar Rp338 per saham.
Jumlah kerugian yang belum direalisasi dari perubahan nilai wajar investasi Telkomsel pada GoTo pada tanggal 31 Maret 2022 adalah sebesar Rp881 miliar. Ini disajikan sebagai kerugian yang belum direalisasi dari perubahan nilai wajar atas investasi dalam laporan laba rugi konsolidasian.
Investasi pada ekuitas juga termasuk investasi MDI, pada berbagai perusahaan start-up yang bergerak di bidang informasi dan teknologi. Penambahan investasi pada periode berjalan oleh MDI berjumlah sebesar Rp 698 miliar. Investasi pada ekuitas ini diklasifikasikan sebagai FVTPL.
Jumlah kerugian yang belum direalisasi dari perubahan nilai wajar investasi MDI pada 31 Maret 2022 adalah sebesar Rp5 miliar dan disajikan sebagai kerugian yang belum direalisasi dari perubahan nilai wajar atas investasi dalam laporan laba rugi konsolidasian.