Wir Asia: Metaverse di Perbankan Belum Bisa untuk Transaksi Keuangan

Telkom
Ilustrasi metaverse. PT Wir Asia Tbk. memastikan kerja sama terkait pengembangan metaverse dengan perbankan baru sebatas menampilkan visualisasi informasi, bukan transaksi keuangan.
19/9/2022, 15.09 WIB

Penerapan teknologi realitas virtual bersama atau metaverse dalam sektor keuangan belum mendapat lampu hijau dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Namun, emiten pengembang ekosistem metaverse, PT Wir Asia Tbk (WIRG) menyampaikan saat ini kerja sama dengan bank-bank sebatas untuk memberikan layanan informasi atau custumor service kepada publik dengan teknologi yang berbeda.

Chief Executive Officer dan Co-Founder Wir Asia, Michael Budi, mengatakan kerja sama dengan bank yaitu sebatas visualisasi perbankan yang bisa memberikan informasi ke publik.

"Jadi belum ada pembicaraan yang berbicara tentang sistem transaksi di metaverse. Jadi bentuknya lebih ke avatar, customer service , bagaimana menjawab atau memberi informasi dalam bentuk 3 dimensi," katanya dalam konferensi pers, Senin (19/9) di Jakarta.

Adapun, dalam hal pengembangan metaverse, Bank Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yakni, PT Bank Rakyat Indonesia Tbk, PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI), dan PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) lebih dulu masuk. Ketiga bank itu menggaet WIR Group dan menandatangani nota kesepahaman kerja sama pengembangan bisnis ke dalam ekosistem metaverse.

Dia menyampaikan, saat ini sistemnya masih dalam proses. "Prototipenya baru kita keluarkan secara bertahap sampai G20 dan akan diteruskan lagi dan akan lebih banyak diraksakan setelah kita launch lebih lengkapnya nanti," bebernya. 

Pada kesempatan yang sama, dirinya mengatakan bahwa keuntungan dari layanan metaverse bersumber dari advertisement atau iklan. Saat ini, katanya banyak brand yang berminat untuk beriklan di metaverse milik Wir Asia dan sedang dalam proses akurasi.

Sebelumnya, Kepala Inovasi Keuangan Digital OJK Triyono menilai, metaverse  masih terlalu berisiko untuk diterapkan dalam sektor keuangan. Sebab, teknologi tersebut belum memiliki kejelasan konsep. Teknologi metaverse, katanya, merupakan sebuah kehidupan maya. "OJK belum ada bayangan untuk membuka lembaga keuangan di metaverse,” katanya, Rabu (7/9).

Hal tersebut menjadi alasan OJK enggan mengizinkan metaverse untuk diimplementasikan untuk sektor keuangan. Lalu, regulasi serta keamanan juga menjadi hal yang penting jika ingin menerapkan teknologi ke ranah sektor keuangan seperti perbankan. Namun, dia menyampaikan metaverse dapat menjadi medium custumor service dan platform pemasaran.

Triyono menegaskan, inovasi keuangan digital perlu adanya pengaturan, khususnya aturan dalam perlindungan nasabah atau konsumen. Lalu, juga memfasilitasi pengembangan infrastruktur dan pentingnya penguatan pengawasan dan pembentukan regulasi. Poin-poin tersebut dinilai penting untuk mencegah disrupsi. 



Sepaham dengan OJK, Sekretaris Jendral Perbanas Anika Faisal, mengatakan perkembangan teknologi ke ranah sektor perbankan merupakan proses, khususnya jika suatu saat perbankan masuk dalam sistem metaverse. 

"Proses itu dilakukan tapi harus berhati-hati dalam artian kalau masyarakat tidak boleh dirugikan hanya karena inovasi mungkin poinnya di situ,"katanya dalam konferensi pers, Jumat (9/9). 

Menurutnya, hal yang penting yaitu bagaiaman melayani nasabah sehingga berfokus kepada kebutuhan masyarakat terlebih dulu. "Channel bisa berkembang, yang penting produk itu ada dan bagaimana produk ini di deliver dengan baik," ungkapnya. 

Reporter: Patricia Yashinta Desy Abigail