PT Bank Muamalat Indonesia Tbk (BBMI) salurkan pembiayaan sindikasi syariah kepada PT Dayamitra Telekomunikasi Tbk atau Mitratel. Pembiayaan sindikasi syariah senilai Rp 2,5 triliun ini merupakan yang pertama dan terbesar bagi perusahaan dengan kode emiten MTEL tersebut.
Mitratel bersinergi dengan bank syariah karena saham Mitratel termasuk dalam Indeks Saham Syariah yang berisi 30 emiten yang menerapkan prinsip syariah. Serta, memiliki kinerja fundamental bisnis, tata kelola dan likuiditas yang baik.
Chief Wholesale Banking Officer Bank Muamalat Irvan Y Noor mengatakan, dalam pembiayaan sindikasi ini Bank Muamalat bertindak sebagai joint mandated lead arranger bersama PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BRIS). Adapun porsi Bank Muamalat dalam sindikasi ini senilai Rp 1,1 triliun.
“Inisiatif ini merupakan bagian dari upaya kami untuk meningkatkan kapasitas pembiayaan bank syariah di Tanah Air. Sebagai bank pertama murni syariah, kami bersyukur dapat berpartisipasi dalam pembiayaan sindikasi syariah pertama dan terbesar bagi Mitratel ini. Mudah-mudahan kerja sama ini dapat berdampak positif bagi industri perbankan syariah nasional,” ujarnya dalam keterangan resmi, Selasa (20/12).
Dana ini akan digunakan untuk kebutuhan capital expenditure dan modal kerja Mitratel dengan tenor pembiayaan selama tujuh tahun. Akad yang digunakan adalah musyarakah mutanaqisah.
Irvan menambahkan, Bank Muamalat belum lama ini memperoleh peringkat idA+ dari Pefindo dengan prospek perusahaan adalah stabil. Pasca raihan positif ini, Bank Muamalat fokus untuk meningkatkan profitabilitas dan portofolio pembiayaan.
“Pasca masuknya Badan Pengelola Keuangan Haji sebagai pemegang saham pengendali, kami fokus meningkatkan portofolio pembiayaan khususnya di segmen korporasi. Diharapkan penyaluran pembiayaan ini menjadi momentum yang baik dan dapat berlanjut dengan kerja sama dalam ekosistem bisnis yang lebih luas lagi,” imbuhnya.
Sebagai informasi, pada kuartal tiga 2022 Bank Muamalat mencatatkan laba sebelum pajak Rp 40 miliar, tumbuh 332% secara year on year (yoy). Adapun total aset tercatat tumbuh sebesar 15% yoy dari Rp 52,1 triliun menjadi Rp 59,7 triliun yang dibarengi dengan rasio kredit bermasalah bersih sebesar 0,65%.