Mau Investasi di Saham BYAN Milik Orang Terkaya RI, Berikut Analisanya
Emiten batubara terlihat masih memiliki prospek yang cerah untuk tahun 2023. Termasuk salah satunya ke saham PT Bayan Resources Tbk (BYAN). Emiten yang memiliki lima Kontrak Karya Batubara (PKP2B) dan 16 Izin Usaha Pertambangan (IUP) dengan total luas konsesi 126.293 hektar di Kalimantan Timur dan Kalimantan Selatan.
Vice President Infovesta Wawan Hendrayana mengatakan, laporan keuangan Bayan masih bisa positif seiring dengan sektor batubara yang sangat diuntungkan dan beban utang yang kecil.
Dia pun merekomendasikan saham BYAN sampai jangka menengah karena batubara masih dipandang menarik hingga tahun depan.
“Ya masih bisa naik harga sahamnya karena laporan keuangannya memang naik,” katanya kepada Katadata.co.id, Senin (26/12).
Dia pun memproyeksikan harga saham BYAN pada tahun depan bisa menembus Rp 21.000 per lembarnya. Pada penutupan perdagangan Senin ini, saham BYAN ditutup melesat 2.000 poin atau 10,77% ke level 20.575.
Kepala Riset PT Jasa Utama Capital Sekuritas Cheryl Tanuwijaya memprediksi harga saham-saham batubara berpotensi reli pada Januari 2023, seiring memudarnya agresivitas The Fed dalam mengerek suku bunga acuan dan risiko resesi global.
Selain itu, permintaan batubara di Eropa yang masih terjaga di atas rata-rata, karena musim dingin. Serta, permintaan batu bara di India yang terbilang masih tinggi akibat cuaca ekstrem, peningkatan aktivitas ekonomi, dan masih berlangsungnya boikot batu bara dari Rusia.
Namun, menurutnya reli tersebut hanya akan berlangsung sampai kuartal pertama 2023, tepatnya hingga musim dingin selesai. Kecuali ada sentimen tambahan yang tak terduga.
Cheryl pun mengatakan bahwa 2023 diperkirakan harga komoditas batubara akan cenderung redup. Sehingga emiten yang laba bersihnya tergantung pada batubara juga akan ikut menurun kinerjanya. Dengan adanya perkiraan ini, para emiten batu bara dinilai sudah siap dan mengantisipasi penurunan harga.
Kendati demikian, saham batubara masih prospektif bagi emiten yang serius diversifikasi ke bisnis non batubara misalnya ke mineral atau energi baru terbarukan (EBT).
“Namun emiten-emiten sudah antisipasi penurunan harga ini dengan ekspansi ke berbagai bisnis yang serupa misalnya ke nikel, emas, bahkan kendaraan listrik,” ujar Cheryl.
Analis PT Henan Putihrai Sekuritas, Ezaridho Ibnutama menginisiasi peringkat overweight untuk industri batubara termal Indonesia. Dengan keuntungan perusahaan batubara Indonesia dari lonjakan target harga jual rata-rata (ASP), perusahaan batubara Indonesia ditetapkan sebagai pemasok global yang dapat diandalkan karena produksinya tidak terhalang oleh La Nina. Hal tersebut tidak seperti eksportir terbesar kedua di dunia, Australia.
“Industri batubara termal Indonesia tampak bersinar terang karena negara ini tidak terkalahkan di pasar Asia dan Eropa, menyusul ketegangan geopolitik di Eropa,” ujar Ezar dalam risetnya.
Sementara itu, Pengamat Pasar Modal dan Founder Traderindo.com Wahyu Laksono, mengatakan permintaan batubara kemungkinan akan meningkat 3%-4% secara global pada tahun 2023. Tetapi produksi mungkin tidak sesuai dengan skala tersebut karena keengganan bank saat ini untuk mendanai proyek batubara. Ditambah dengan dampak pandemi dan perang Rusia-Ukraina yang masih dipandang sebagai hambatan utama.
“Histeria iklim semakin membatasi dana institusional dan bank untuk berinvestasi di sektor batubara, mengarah ke situasi di mana permintaan batubara akan meningkat tetapi pasokan akan terbatas,” ujar Wahyu.
PT Bayan Resources Tbk (BYAN) sebagai salah satu saham yang cemerlang di tahun ini dengan penguatan 587,96% sejak awal tahun, saham emiten besutan konglomerat Low Tuck Kwong ini menjadi emiten dengan kapitalisasi pasar terbesar ketiga di Bursa Efek Indonesia dengan nilai Rp 619,17 triliun.
Konglomerat terkaya di Indonesia, Low Tuck Kwong kembali menambah kepemilikan di perusahaan miliknya, PT Bayan Resources Tbk (BYAN). Ia menambah 387.900 saham dengan rata-rata harga Rp 16.983 per saham.
Kurang dari lima hari, konglomerat tersebut mengguyur Rp 6 miliar untuk melancarkan aksinya tersebut. Setelah pembelian tersebut, Low Tuck Kwong memiliki 20,31 miliar saham Bayan.
Di awal bulan Desember 2022, BYAN melakukan aksi korporasi berupa pemecahan nilai nominal saham (stock split) 1:10. Sejak stock split dilakukan, harga saham BYAN terus menguat.