PT Austindo Nusantara Jaya Tbk (ANJT) membukukan laba bersih yang diatribusikan kepada pemilik entitas induk sebesar US$ 2,62 juta atau sebesar Rp 41,19 miliar pada 2023. Laba emiten sawit portofolio investor kawakan Lo Kheng Hong tersebut longsor 88% dibanding tahun 2022 yang mencapai US$ 21,72 juta atau sebesar Rp 340,65 miliar.

Penurunan ini karena harga jual rata-rata yang lebih rendah, ditambah dengan beban penyusutan dan bunga yang lebih tinggi.

"Selain itu, biaya operasi perkebunan yang baru menghasilkan di Papua Barat Daya, serta dari area Panamanian kembali di perkebunan Sumatera Utara I dan Pulau Belitung juga mengalami peningkatan," kata Direktur Keuangan ANJT Nopri Pitoy dalam keterangan resmi dikutip Jumat (1/3). 

Meski begitu produksi dari perkebunan-perkebunan tersebut diproyeksikan akan mencapai level optimal sekitar dua hingga tiga tahun ke depan. Nopri mengungkapkan ANJT optimis produksi CPO dalam jangka panjang akan terus meningkat, seiring dengan profil usia perkebunan yang masih berada pada usia produksi prima.

Terkait kinerja, pendapatan tercatat juga menurun 12% menjadi US$ 236,5 juta pada tahun 2023. Hal itu disebabkan oleh harga jual rata-rata yang lebih rendah untuk crude palm oil (CPO), palm kernel (PK), dan palm kernel oil (PKO), serta penurunan volume penjualan PK.

Tahun lalu ANJT mencatakan peningkatan produksi tandan buah segar (TBS) sebesar 4,8% menjadi 881.051 metrik ton (mt) dibandingkan tahun lalu, yaitu sebesar 840.581 mt. Dengan peningkatan produksi TBS tersebut mendorong pertumbuhan produksi CPO sebesar 2,9% menjadi 283.659 mt.

"ANJT juga mencatatkan peningkatan produksi PKO sebesar 38,7% menjadi 1.459 mt di tahun 2023, yang berasal dari pabrik pengolahan kami di Papua Barat Daya. Sementara itu, produksi PK mengalami penurunan menjadi 52.432 mt pada tahun 2023 yang disebabkan oleh sifat genetik dari kelapa sawit yang baru ditanam menghasilkan inti sawit atau PK yang lebih kecil," jelas Nopri.

Seiring pertumbuhan produksi TBS dan CPO yang positif, ANJT mampu mencatatkan peningkatan volume penjualan CPO sebesar 4,9% menjadi 288.941 mt dibandingkan capaian penjualan tahun lalu sebesar 275.320 mt. Selain itu, ANJ juga berhasil menjual sebanyak 1.049 mt PKO, meningkat 13,1% secara tahunan. Namun, volume penjualan PK mengalami penurunan sebesar 4,4%, sejalan dengan penurunan produksi PK.

Divestasi

Di sisi lain, melansir dari pemberitaan Bloomberg pada Rabu (28/2), pengendali Austindo Nusantara Jaya yaitu PT Austindo Kencana Jaya dan PT Memimpin Dengan Nurani, berencana menjual ANJT dengan nilai premium antara US$ 400–500 juta. 

Apabila menggunakan kurs Rp 15.673 per dolar AS, valuasi penjualan tersebut setara dengan Rp 6,27–7,84 triliun. Nilai ini mengindikasikan kenaikan sebesar 167%–234% dibandingkan dengan nilai kapitalisasi pasar ANJT pada 28 Februari, yang mencapai Rp 2,35 triliun.

PT Austindo Kencana Jaya dan PT Memimpin Dengan Nurani memiliki masing-masing 40,9% saham ANJT dengan kepemilikan gabungan mereka mencapai 81,8% saham. Meskipun demikian, perwakilan ANJT menyatakan kepada Bloomberg bahwa perusahaan tidak memiliki pengetahuan dan belum menerima informasi terkait rencana penjualan tersebut.

Menanggapi kabar itu, Analis Stockbit Sekuritas, Michael Owen Kohana menyebut divestasi itu akan memberikan sentimen positif terhadap pergerakan harga saham ANJT. Sebab pengendali berencana melakukan divestasi dengan valuasi yang lebih premium dibandingkan harga di pasar reguler saat ini.

Secara valuasi, price to earning ratio ANJT mencapai 103,71 kali, yang jauh lebih tinggi daripada perusahaan sejenisnya. Sebut saja PT Sawit Sumbermas Sarana Tbk (SSMS) di 12,95 kali, PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI) 12,3 kali, dan PT Dharma Satya Nusantara Tbk (DSNG) 6,62 kali. 

Kemudian, jika menilik dari segi valuasi enterprise value per hektare, ANJT menunjukkan nilai sekitar Rp 91,95 juta, yang tergolong lebih efisien dibandingkan dengan perusahaan sejenis seperti SSMS Rp 220,3 juta dan DSNG Rp 125,6 juta, terutama ketika mempertimbangkan rata-rata umur pohon kelapa sawit yang prima. 

Michael juga mengatakan apabila transaksi tersebut berhasil, ANJT akan beralih ke tangan pengendali baru. Namun, pengendali baru diwajibkan untuk melakukan tender offer kepada pemegang saham yang tersisa, termasuk masyarakat.

Sebagai informasi, apabila mengacu kepada laporan perusahaan per 2023, ANJT memiliki luas lahan tertanam sebesar 53.698 hektare. Sebanyak 85,5% dari jumlah tersebut sudah menghasilkan, sementara sisanya belum menghasilkan. 

Per akhir 2022, ANJT memiliki cadangan lahan sekitar 96.302 hektare, tetapi lahan ini dianggap tidak dapat ditanami karena kondisi topografi yang tidak sesuai atau digunakan untuk berbagai tujuan termasuk konservasi keragaman hayati. Rata-rata umur pohon kelapa sawit ANJT adalah 13,9 tahun, yang dapat dikategorikan sebagai usia prima.

Menilik data perdagangan, jelang akhir pekan ini saham ANJT pada penutupan sesi satu Jumat (1/3) naik 2,78% ke Rp 740 per saham. Dalam sepekan harga saham ANJT naik 4,96%, namun dalam setahun minus 1,99%.

Reporter: Nur Hana Putri Nabila