PT Timah Tbk tengah mendapat sorotan seiring kasus korupsi izin usaha pertambangan (IUP) timah yang menyebabkan kerugian negara hingga Rp 271 triliun.
Sebanyak 16 orang ditetapkan sebagai tersangka, termasuk mantan Direktur Utama Timah Mochtar Riza Pahlevi Tabrani, dua mantan direksi Timah, crazy rich PIK Helena Lim, dan suami aktris Sandra Dewi, Harvey Moeis.
Timah merupakan perusahaan anggota dari Mining Industry Indonesia atau MIND ID, BUMN Holding Industri Pertambangan yang berdiri pada 2 Agustus 1976 dan telah menjadi perusahaan publik yang sahamnya diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia sejak 1995.
Perusahaan ini berkantor pusat di Pangkalpinang, Bangka Belitung (Babel), dan mempunyai wilayah operasi di beberapa provinsi di Indonesia, mulai dari Kepulauan Bangka Belitung, Riau, Kalimantan Selatan, Sulawesi Utara, serta di Cilegon, Banten.
Saat ini Timah mengelola 125 wilayah izin usaha pertambangan (WIUP) yang terdiri dari 118 WIUP di Babel dan 7 WIUP di Kepulauan Riau dan Riau.
Sementara untuk luas total WIUP-nya mencapai 472.912 hektare (Ha) yang terdiri atas WIUP yang berada di darat 288.638 Ha dan di laut 184.287 Ha. WIUP laut ini tepatnya berada di lepas pantai Bangka, Belitung, dan Pulau Kundur.
Dari segi cadangan mineralnya, dalam beberapa tahun terakhir jumlahnya cukup fluktuatif. Misalnya, pada 2019 total cadangan mencapai 415 ribu ton, namun turun 47% pada 2020 menjadi 282 ribu ton. Pada 2021, cadangan timah bertambah menjadi 300 ribu ton, dan 334 ribu ton pada 2022.
Meski cadangannya meningkat, namun kinerja produksi bijih timah mengalami penurunan. Pada 2021 produksi mencapai 24.670 ton, lalu turun menjadi 20.079 ton pada 2022, dan turun 26% menjadi 14.855 ton pada 2023.
Hal ini juga selaras terjadi pada kinerja produksi logam timah mereka. Misalnya pada 2021 Timah mampu memproduksi 26.465 ton logam timah, namun pada 2022 turun menjadi 19.825 ton, hingga akhirnya menjadi 15.340 ton atau turun 23% pada 2023 jika dibandingkan 2022.
Untuk wilayah pemasaran logam timah, Timah mengatakan sebagian besar marketnya berada di wilayah Asia yakni mencapai 58% dari total produksi. Negara Asia yang membeli produk logam mereka diantaranya Jepang, Korea Selatan, India, Taiwan, Singapura, Cina, Malaysia.
Tidak hanya Asia, Timah juga menjual produknya sebanyak 28% untuk Eropa pada negara Belanda, Italia, Belgia, Slovakia, Hungaria, Turki, dan Jerman. Sementara sisanya, 8% dipasarkan untuk Amerika Serikat, dan 8% dipasarkan secara domestik.
Sejarah PT Timah
Cikal bakal PT Timah berawal dari era kolonial. Saat itu ada tiga perusahaan bernama Bangka Tin Winning Bedrijft (BTW), Gemeenschaappelijke Mijnbouw Maatschaappij Billiton (GMB), dan Singkep TIN Exploitatie Maatschappij (SITEM).
Ketiga perusahaan Belanda tersebut dilebur menjadi tiga perusahaan negara terpisah, BTW menjadi PN Tambang Timah Bangka, GMB menjadi PN Tambang Timah Belitung, SITEM menjadi PN Tambang Timah Singkep.
Pada 1961, dibentuk Badan Pimpinan Umum Perusahaan Negara Tambang-tambang Timah (BPU PN Tambang Timah) untuk mengkoordinasikan ketiga perusahaan tersebut. Hingga akhirnya pada 1968 ketiga perusahaan negara dan BPU tersebut dilebur menjadi Perusahaan Negara (PN) Tambang Timah.
Kemudian, di 1976 PN Tambang Timah diubah menjadi Perusahaan Perseroan (Persero) dengan nama PT Tambang Timah (Persero) yang seluruh sahamnya dimiliki oleh negara.
Setelah belasan tahun, pada 1991 hingga 1995 PT Tambang Timah (Persero) merestrukturisasi perusahaan yang antara lain adalah relokasi kantor pusat dari Jakarta ke Pangkalpinang.
Mereka juga melakukan pelepasan aset yang tidak berkaitan dengan usaha pokok perusahaan & melakukan ekspor perdana logam timah dengan kadar timbal yang rendah dengan merek Bangka Low Lead ke Jepang.
Selesai dari relokasi, di tahun yang sama pada 1995 PT Tambang Timah (Persero) melakukan penawaran saham umum perdana dan sejak saat itu 35% saham perusahaan dimiliki oleh publik dan 65% masih dimiliki oleh negara.
Tiga tahun berselang, pada 1998 PT Tambang Timah (Persero) Tbk merubah anggaran dasar perseroan dan berubah menjadi PT Timah (Persero) Tbk dan juga melakukan diversifikasi usaha dengan membentuk sejumlah anak usaha.
Anak-anak usaha PT Timah yaitu PT Tambang Timah, PT Timah Industri, PT Timah Investasi Mineral, PT Timah Eksplomin, PT Dok & Perkapalan Air Kantung (DAK), dan Indometal London Ltd.
Kemudian, pada 17 Januari 2009, peletakan batu pertama pembangunan pabrik Tin Chemical sebagai salah satu usaha perseroan dalam pengembangan produk hilir.
Penggabungan perusahaan tidak hanya terjadi pada 1968. Pada 2014 perusahaan mengumumkan efektif dan validnya penggabungan usaha antara PT Timah (Persero) Tbk dan PT Tambang Timah.
Pada 2017 PT Timah (Persero) Tbk berubah nama menjadi PT Timah Tbk seiring dengan perubahan kepemilikan saham seri B sebanyak 4.841.053.951 saham atau sebesar 65% dari milik pemerintah Indonesia kepada PT Indonesia Asahan Aluminium (Persero) atau Inalum.