Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo menyatakan pemerintah berencana mengambil alih tambang ilegal di atas tanah konsesi PT Timah Tbk (TINS) untuk dikelola BUMN tersebut. Pasalnya, penambangan ilegal merupakan salah satu akar kerugian TINS pada tahun lalu.
Secara rinci, TINS membukukan rugi tahun berjalan Rp 449,67 miliar pada 2023. Kondisi ini berbalik dari tahun 2022, di mana perusahaan mencatatkan laba Rp 1,04 triliun. Pembalikan laba menjadi rugi ini beriringan dengan penurunan pendapatan.
"Kami akan mulai mengambil alih tambang yang kemarin dimanfaatkan penambang liar supaya kami bisa produksi lebih besar lagi ke depan," kata Tiko, panggilan akrab Kartika, di Jakarta Selatan, Rabu (22/5).
Sebelumnya, Direktur Utama TINS Ahmad Dani Virsal menyampaikan produksi bijih timah susut 74% secara tahunan dari 20.079 ton pada 2022 menjadi 14.885 ton pada 2023. Sementara itu, produksi logam timah turun 77% menjadi 15.340 ton. Adapun penjualan logam timah anjlok 69% menjadi 14.385 ton.
Ahmad menyebutkan, ada banyak faktor teknis yang menyebabkan penurunan produksi PT Timah Tbk. “Kami mengelompokkan masalah-masalah ini menjadi masalah sosial, social license to operate, metode dan cara penambangan,” kata dia saat ditemui di Gedung DPR, Senayan pada Selasa (2/4).
Oleh karena itu, Ahmad menekankan penurunan produksi TINS tidak sepenuhnya disebabkan oleh oknum penambang liar. Menurutnya, penurunan produksi TINS juga diakibatkan oleh pelemahan harga jual timah sebesar 84% menjadi US$26.583 (Rp 422,67 juta) per ton tahun lalu. Kondisi ini diperburuk dengan melemahnya permintaan di pasar global.
Meski demikian, Ahmad menargetkan produksi bijih timah sebanyak 30 ribu ton pada 2024. Target tersebut naik dua kali lipat dibandingkan dengan produksi di 2023 sebanyak 14 ribu ton.
Ahmad menilai kenaikan target produksi bijih timah itu merupakan salah satu strategi perusahaan untuk mencetak laba dan meningkatkan tata kelola perusahaan. Perusahaan memproyeksikan ekspor timah ke negara-negara Asia akan berkontribusi sebesar 50% terhadap total pendapatan TINS pada tahun ini.
Negara-negara Asia yang menjadi tujuan ekspor timah adalah Korea Selatan, Jepang, Cina, dan Taiwan. Sementara itu, penjualan di pasar domestik akan difokuskan untuk kebutuhan industri elektronik.
Ahmad mengatakan, tahun ini perusahaan akan menggelontorkan belanja modal atau capital expenditure sebesar Rp 700 miliar. Belanja modal itu akan dialokasikan untuk perbaikan alat kerja, pengembangan, dan pemeliharaan.
TINS juga akan mengalokasikan belanja modal untuk pembelian kapal untuk mendukung produksi dan penambahan infrastruktur perusahaan. “Kami akan mengatur cash flow agar tetap positif,” kata Ahmad dalam Media Gathering PT Timah Tbk di Jakarta Pusat, Rabu (3/4).