Erick Bakal Efisiensi BUMN Sakit Demi Kejar Target Dividen Rp 90 Triliun di 2025
Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) akan melakukan efisiensi pada perusahaan-perusahaan BUMN yang tengah merugi atau sakit. Rencana ini sejalan dengan target Kementerian BUMN untuk memperoleh dividen hingga Rp 90 triliun pada 2025.
Menteri BUMN Erick Thohir menyebutkan target dividen tersebut berdasarkan Keputusan Badan Anggaran (Banggar) DPR I. Menurutnya, angka yang ditargetkan cukup fantastis lantaran besarannya meningkat jika dibandingkan dengan target dividen 2024 sebesar Rp 85,84 triliun.
“Saya baru dapat info, rupanya sudah diketok oleh Banggar untuk dividen 2025, kami ditargetkan Rp 90 triliun. Saya kira angka yang fantastis,” ungkap Erick dalam Rapat Kerja (Raker) bersama Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (2/9).
Meski demikian, Erick Thohir meminta persetujuan DPR RI untuk menambah pagu anggaran Kementerian BUMN tahun 2025 sebesar Rp 66 triliun. Dengan tambahan anggaran ini, Erick yakin Kementerian BUMN pada periode selanjutnya dapat bekerja lebih efektif.
Bersih-bersih BUMN Sakit
Erick menyatakan bahwa kenaikan dividen BUMN dari Rp 30 triliun pada 2021 menjadi Rp 90 triliun untuk 2025 atau meningkat lebih dari 160%, hal itu merupakan pencapaian yang sangat tinggi. Sebelumnya, ia menyebut target setoran dividen BUMN sudah dinaikkan bertahap, mulai dari Rp 81 triliun, lalu menjadi Rp 85 triliun, dan kini mencapai Rp 90 triliun.
Tak hanya itu, Erick menegaskan demi mencapai angka tersebut, efisiensi menyeluruh harus terus dilakukan, meskipun mungkin banyak pihak yang tidak setuju. Ia menambahkan bahwa peningkatan ini tidak semata-mata hanya bergantung pada laba dari sumber daya BUMN, tetapi juga dari efisiensi operasional.
Saat ini, Erick mengatakan dari total 47 perusahaan, hanya tersisa tujuh BUMN yang masih merugi. Dengan demikian BUMN menekankan akan terus mendorong pentingnya peningkatan tata kelola perusahaan atau good corporate governance.
Menanggapi kritik publik terkait BUMN yang terlibat korupsi, Erick menegaskan bahwa sejak awal Kementerian BUMN sangat transparan dengan kondisi BUMN yang bermasalah. BUMN juga aktif bekerja sama dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kejaksaan, Kepolisian, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
Dengan demikian, Erick juga menyebut BUMN saat ini tidak memiliki monopoli sebab pasar di Indonesia terbuka dan persaingan dilakukan secara terbuka. Oleh karena itu, demi mencapai target dividen yang tinggi, efisiensi tetap menjadi fokus utama, meski situasi global seperti kenaikan ongkos logistik menjadi masih jadi tantangan.
“Kalau ada BUMN yang kalah bersaing, sudah sewajarnya kita juga harus terbuka,” tambahnya.