Danantara Siapkan Program 100 Hari Kerja Sembari Tunggu Lampu Hijau Prabowo
Presiden Prabowo Subianto menunda peresmian Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara). Meski demikian, Danantara saat ini tengah mematangkan sejumlah perangkat institusi sembari menunggu peluncuran resmi aktivitas lembaga tersebut.
Beragam perangkat yang sedang dimatangkan yakni struktur organisasi dan tata Kerja (SOTK), harmonisasi program kerja tujuh BUMN, hingga rancangan program kerja 100 hari sejak termin peluncuran nantinya.
Kepala Komunikasi BPI Danantara, Anton Priambudi mengatakan, Danantara tengah merampungkan sejumlah prosedur terkait dengan pengelolaan sumber daya manusia.
"Kami sedang mematangkan prosedur seputar persyaratan pengawakan, tata kelola kelembagaan, dan pertemuan dengan pihak terkait," kata Anton lewat pesan singkat WhatsApp pada Selasa (24/12).
Kegiatan ini merupakan tindaklanjut setelah pimpinan BPI Danantara menyerahkan draf peraturan pemerintah (PP) dan peraturan presiden atau Perpres Danantara kepada Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi pada Jumat, 29 November 2024 lalu.
Kendati demikian, Anton mengakui dirinya tidak memiliki informasi terkait kepastian peluncurunan BPI Danantara. Menurutnya, keputusan peresmian aktivitas BPI Danantara merupakan kewenangan penuh Presiden Prabowo Subianto.
"Intinya soal launching itu akan sangat tergantung kepada presiden. Saat ini kami terus berbenah untuk betul-betul mempersiapkan diri secara kelembagaan," ujarnya.
Presiden Prabowo Subianto sebelumnya telah mengadakan rapat terbatas di Istana Merdeka, Jakarta, pada Senin (25/11), untuk membahas kelanjutan pembentukan BPI Danantara.
Beberapa pejabat yang hadir dalam rapat tersebut antara lain Menteri Investasi Rosan Roeslani, Kepala BPI Danantara Muliaman Darmansyah Hadad, serta Wakil Kepala BPI Danantara Kaharuddin Djenod Daeng Manyambeang.
Rosan Roeslani menjelaskan bahwa rapat terbatas tersebut fokus pada penyesuaian pembentukan BPI Danantara dengan regulasi yang berlaku. Presiden menekankan pentingnya memastikan BPI Danantara memenuhi aspek legalitas dan kepatuhan terhadap regulasi.
Salah satu hal yang menjadi perhatian adalah kepatuhan BPI Danantara terhadap regulasi yang mengacu pada Undang-Undang (UU) Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal.
Berdasarkan dokumen Danantara Indonesia Sovereign Fund, BPI Danantara akan berfungsi sebagai pengelola sovereign wealth fund (SWF) dengan dana kelolaan awal sebesar US$ 600 miliar, atau sekitar Rp 9.429,8 triliun, dengan asumsi nilai tukar Rp 15.716 per dolar Amerika Serikat.
Ada tujuh badan usaha milik negara (BUMN) yang bakal masuk ke dalam Danantara, yakni PT Bank Mandiri Tbk (BMRI), PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI), PT PLN, Pertamina, PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI), PT Telkom Indonesia Tbk (TLKM), dan holding BUMN pertambangan, PT Mineral Industri Indonesia atau MIND ID.
Adapun Bank BRI, Bank BNI, Bank Mandiri dan Telkom merupakan BUMN yang terdaftar di pasar modal Bursa Efek Indonesia (BEI). "Ini kan suatu pekerjaan yang sangat besar dan tentunya juga karena ini melibatkan perusahaan terbuka, maka melibatkan undang-undang pasar modal," kata Rosan dalam keterangan pers seusai pertemuan dengan presiden.
Rosan bersama BPI Danantara telah berkoordinasi dengan Kementerian Hukum, Kementerian BUMN, BEI, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), hingga Indonesia Investment Authority atau INA.
Kepala BPI Danantara Muliaman Darmansyah Hadad menyampaikan bahwa instrumen hukum yang mengatur tugas, sumber anggaran, hingga target organisasi BPI Danantara bakal mengacu pada peraturan pemerintah (PP).
"Akan diteken Pak Prabowo. Kalau soal waktunya, nanti kita lihat," kata Muliaman pada kesempatan yang sama dengan Rosan.