Wabah virus corona turut berdampak pada anggaran pendapatan dan belanja negara tahun ini, Menteri Keuangan Sri Mulyani memperkirakan defisit anggaran berpotensi melebar dari target APBN 2020 sebesar 1,76% menjadi hingga 2,5% terhadap produk domestik bruto.
"Saat ini kami mengindikasikan defisit itu ada di dalam kisaran 2,2% hingga 2,5%," ujar Sri Mulyani di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (9/3).
Potensi melebarnya defisit APBN itu lantaran terdapat wabah virus corona yang menjangkit sebagian besar negara di dunia. Kekhawatiran atas Covid-19 juga telah menyebabkan koreksi sangat tajam di pasar-pasar keuangan.
(Baca: Sri Mulyani Kaji Dampak Pembatalan Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan)
Selain itu, potensi melebarnya defisit APBN muncul karena harga minyak dunia anjlok akibat langkah Arab Saudi menggenjot produksi minyak secara signifika dan memangkas harga jual. Arab Saudi mengambil sejumlah langkah setelah Rusia pada Jumat (6/3) menolak keras usulan pengurangan produksi oleh organisasi pengekspor minyak dunia atau OPEC.
Harga minyak dunia kini menyentuh level terendah dalam enam tahun terakhir, seperti dikutip dari databoks di bawah ini.
Sementara melansir data Bloomberg pada pukul 08.00 WIB Senin (9/3), harga minyak Brent untuk kontrak Mei 2020 anjlok 20,52% ke level US$ 35,97 per barel. Sedangkan harga minyak West Texas Intermediate (WTI) untuk kontrak April 2020 anjlok 20,49%% ke level US$ 32,82 per barel.
"Kami akan lihat, karena seperti saya katakan, ada dinamika harga minyak, dinamika pelemahan perekonomian," kata Sri Mulyani.
(Baca: Harga Minyak Anjlok Setengah, Kemenkeu Hitung Dampak ke APBN)
Meski demikian, Sri Mulyani tak akan diam saja atas adanya potensi melebarnya defisit APBN 2020. Pemerintah akan merancang kebijakan fiskal untuk mengantisipasi hal tersebut.
"Itu yang sedang kami fokuskan dan sekaligus kami juga mulai membangun desain untuk tahun 2021," kata dia.