Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) menguat menjelang akhir pekan ini. Rupiah ditutup pada level Rp 14.147 per dolar AS, naik 0,05% dibandingkan posisi penutupan kemarin. Nilai tukar rupiah telah menguat dua hari berturut-turut.
Dibandingkan posisi awal tahun ini, rupiah tercatat menguat 1,69%. Penguatan ini lebih kecil dari baht Thailand dan peso Filipina yang masing-masing mencatatkan kenaikan 6,35% dan 2,44%, namun lebih baik dibandingkan ringgit Malaysia yang melemah 1,28% ataupun rupee India yang terkoreksi 1,98%.
(Baca: Ada Target yang Tak Tercapai dalam 5 tahun, Jokowi: Kami Perlu Koreksi)
Panel Ahli Katadata Insight Center Damhuri Nasution mengatakan kurs rupiah hari ini bergerak relatif stabil ke arah penguatan. Meskipun, pasar tengah dibayangi kekhawatiran akan perkembangan ekonomi global.
“Pertumbuhan ekonomi Tiongkok melambat pada kuartal III 2019,” kata dia kepada Katadata.co.id, Jumat (18/10). Pertumbuhan ekonomi Tiongkok hanya mencapai 6% secara tahunan. Capaian ini lebih rendah dari kuartal sebelumnya yakni 6,2%.
(Baca: Ekonom Moody's Peringatkan Risiko Resesi Ekonomi Global Tahun Depan)
Damhuri menilai, rupiah dan mayoritas mata uang dunia lainnya berhasil menguat terhadap dolar AS lantaran adanya beberapa sentimen positif di global, yaitu terkait kesepakatan Brexit, serta kesepakatan dagang AS dan Tiongkok. "Ini mendorong penguatan mata uang dunia termasuk rupiah terhadap dolar AS," ujarnya.
Indeks dolar AS – DXY Index -- cenderung turun sejak 9 Oktober 2019. Ini menunjukkan pelemahan dolar AS terhadap mata uang utama dunia. Saat ini, indeks DXY berada pada posisi 97,5, turun dari posisi 8 Oktober lalu yakni 99,13.
Pada Kamis waktu setempat, Uni Eropa dan Inggris akhirnya mencapai kesepakatan tentang Brexit. Negosiasi Brexit telah melalui jalan panjang selama 18 bulan. Pembahasan Brexit kerap terjadi tanpa kesepakatan serta penolakan.