Nilai tukar rupiah menguat tipis terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada pembukaan perdagangan Kamis (29/8). Rupiah dibuka Rp 14.250, menguat Rp 5 dari posisi penutupan sehari sebelumnya. Rupiah berhasil menguat di tengah sinyal resesi AS.

Meski begitu, Peneliti Institute for Development of Economicss and Finance (INDEF) Bhima Yudhistira memperkirakan kurs rupiah belum akan stabil menguat di tengah sinyal resesi AS. Sinyal resesi AS menguat terindikasi dari inversi kurva yield US Treasury.

“Rupiah akan fluktuatif,” ujarnya saat dihubungi katadata.co.id, Kamis (29/8). Dia memproyeksikan kurs rupiah akan bergerak di rentang Rp 14.250 - Rp 14.290 per dolar AS pada perdagangan Kamis ini.

Adapun kurs rupiah cenderung melemah sejak awal pekan ini. Rupiah telah melemah 0,31% dalam tiga hari perdagangan.

(Baca: BI Sebut Rupiah Sulit Kembali Menguat di Bawah 14 Ribu per Dolar AS)

Bhima menambahkan, peningkatan tensi perang dagang AS-Tiongkok menambah sentimen negatif ke rupiah. Selain itu, ada sentimen negatif dari polemik bank sentral AS dengan Presiden AS Donald Trump terkait arah bunga acuan.

Di dalam negeri, Bhima menilai pelebaran defisit anggaran menjadi Rp 183 triliun per akhir juli 2019 memicu kekhawatiran. "Kekhawatiran terkait tekanan defisit akan melebar seiring outlook perpajakan yang rendah," ucap dia.

Selain itu, ia menyebut ada potensi tekanan terhadap nilai tukar rupiah seiring meningkatnya kebutuhan korporasi akan dolar AS. Peningkatan tersebut terkait pembayaran utang luar negeri di akhir bulan.