Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menilai penurunan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) 7 Days Reverse Repo Rate sebesar 25 basis poin menjadi 5,5% berpotensi memangkas defisit transaksi berjalan (current account deficit/CAD). Pada kuartal II 2019, defisit transaksi berjalan Indonesia menembus US$ 8,4 miliar atau 3% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).
Darmin menjelaskan, pelonggaran suku bunga acuan bisa membuat investor berbondong-bondong masuk ke dalam negeri untuk melakukan investasi. Dengan demikian, kegiatan ekspor pun diharapkan Darmin juga turut meningkat.
"Kalau ekspor bertambah lebih besar dari impor, CAD-nya mengecil. Jalannya sama jadinya," kata Darmin ketika ditemui di Jakarta Convention Center (JCC), Jakarta, Jumat (23/8).
(Baca: Pasar Keuangan Dilanda Ketidakpastian, BI Menilai Investasi Emas Aman)
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK Wimboh Santoso menjelaskan penurunan bunga acuan akan memangkas biaya dana perbankan. Alhasil, bunga kredit yang menjadi salah satu komponen biaya investasi diharapkan ikut menurun.
"Ini dampaknya bisa turunkan cost of fund perbankan sehingga dengan asumsi margin yang sama, suku bunga kredit bisa turun karena cost of deposit-nya turun," kata Wimboh.
(Baca: Defisit Transaksi Berjalan Kuartal II Tembus 3% PDB Akibat Tiga Faktor)
Berdasarkan data Neraca Pembayaran BI, meningkatnya defisit transaksi berjalan pada kuartal II 2019 dipengaruhi oleh perilaku musiman repatriasi dividen, dan pembayaran bunga utang luar negeri. Selain itu, BI juga menyebut kondisi perekonomian global sedang tidak menguntungkan.
Di sisi lain, defisit transaksi berjalan juga disebabkan oleh memburuknya kinerja ekspor Indonesia pada kuartal II 2019 akibat harga komoditas yang tak bersahabat. Ekspor nonmigas tercatat turun dari kuartal I 2019 sebesar US$38,2 miliar menjadi US$ 37,2 miliar. Adapun defisit migas meningkat dari US$ 2,2 miliar menjadi US$ 3,2 miliar.