Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyoroti rendahnya partisipasi badan usaha swasta dalam mendanai riset. Ia berharap partisipasi meningkat seiring tawaran insentif pajak yang baru dari pemerintah.
Ia mengatakan, sumbangan swasta baru sekitar 10% terhadap total belanja riset di Indonesia. Padahal, di negara-negara maju, sumbangan swasta mencapai 70%. “Ini saja menunjukkan partisipasi swasta yang masih kurang dalam kegiatan riset di Indonesia," kata dia dalam acara Katadata Forum, di Energy Building, Jakarta, Rabu (31/7).
(Baca: Demi Memacu Pendidikan, Jokowi Ingin Rekrut Rektor dan Dosen Asing)
Menurut dia, rendahnya partisipasi swasta karena proses yang rumit dalam mendapatkan insentif pajak terkait. Selain itu, banyak pengusaha yang ragu dengan manfaat pendanaan kegiatan riset, meskipun bisa mengurangi perhitungan kewajiban pajaknya.
Ke depan, partisipasi swasta diharapkan semakin bertambah sehingga mendongkrak dana riset di Tanah Air yang tergolong kecil. Pada 2019, pemerintah mengalokasikan dana Rp 35,7 triliun untuk kegiatan riset, tidak sampai 10% dari bagian dana pendidikan yang sebesar Rp 492,5 triliun.
Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 45 Tahun 2019 untuk mendorong partisipasi swasta. Dalam PP tersebut diatur insentif pajak berupa pengurangan penghasilan bruto paling tinggi 300% dari jumlah biaya yang dikeluarkan badan usaha untuk kegiatan penelitian dan pengembangan.
(Baca: ALMI Minta Litbang di Kementerian Dioptimalkan,Bukan Bentuk Badan Baru)
Sri Mulyani menyatakan adanya potensi besar dari hasil riset yang didanai swasta. "Kalau dana riset dari swasta, biasanya akan keluar insting atau problem solving yang real. Maka itu, motivasinya dan accountability result-nya jauh lebih kuat," ujarnya.
Selain mendorong keterlibatan swasta, pemerintah sudah menggulirkan dana abadi khusus untuk riset. Saat ini, jumlah dana abadi telah mencapai Rp 990 miliar.