Nilai tukar rupiah berada pada posisi Rp 14.100 per dolar Amerika Serikat (AS). Dengan level tersebut, Kepala Departemen Pengelolaan Moneter Bank Indonesia (BI) Nanang Hendarsah menilai rupiah sudah sangat stabil.
"Jadi rupiah stabil sekarang. Sangat stabil sekali," kata dia di Kantor Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta, Selasa (5/3).
Penilaian tersebut juga didukung oleh pasokan dolar AS yang terjaga. Saat ini ekspor tengah bergeliat aktif sehingga menambah pasokan dolar di dalam negeri. Situasi tersebut juga diimbangi dengan aliran dana asing yang masuk ke dalam negeri.
BI menerapkan instrumen Domestic Non Delivery Forward (DNDF) guna mendorong investor melakukan lindung nilai (hedging).
Dari instrumen tersebut BI mencatat volume interbank aktif sudah meningkat jadi US$ 100 juta per hari dibandingkan sebelumnya hanya US$ 40 juta per hari. Selain itu, volume transaksi DNDF lebih dominan digunakan investor asing lantaran harus melakukan hedging investasi pada Surat Berharga Negara (SBN).
Ia juga mengatakan, rupiah masih cenderung menguat lantaran tekanan eksternal sudah lebih mereda dibandingkan tahun lalu. Selain itu, tekanan geopolitik juga telah berkurang dibandingkan 2018. Namun, ketidakpastian global seperti perang dagang antara Tiongkok dan AS, Brexit, dan kenaikan bunga acuan Fed Fund Rate masih belum berakhir.
Karena itu, ia optimistis ada ruang penguatan bagi rupiah. "Sebab rupiah masih undervalue," ujarnya.
(Baca: Turun Bersama Mata Uang Asia, Rupiah Melemah ke Rp 14.100 per Dolar AS)
Mengacu pada Bloomberg, nilai tukar rupiah pada perdagangan di pasar spot hari ini berada di posisi 14.127 per dolar AS. Artinya, rupiah menguat tipis sebesar 0,02% dibandingkan dengan penutupan hari sebelumnya. Rupiah hari ini tercatat bergerak pada rentang 14.127-14.154 per dolar AS.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira Adhinegara sebelumnya mengatakan faktor global saat ini memengaruhi pergerakan rupiah.
Dari Negeri Paman Sam, data ISM Manufacturing Index menunjukkan penurunan manufaktur terendah sejak November 2016. Di sisi lain, data Departemen Perdagangan AS menunjukkan tingkat inflasi dan pendapatan rumah tangga yang anjlok untuk pertama kalinya sejak 3 tahun terakhir.
Selain itu, data ekonomi Tiongkok juga memengaruhi pergerakan rupiah. Sebagai informasi, Tiongkok baru saja merevisi target pertumbuhan ekonomi menjadi 6-6,5% dibanding sebelumnya sebesar 6,5%. Angka ini juga lebih rendah dari capaian ekonomi tahun lalu sebesar 6,6%.
Di sisi lain, defisit anggaran juga diperkirakan melebar menjadi 2,8% atau melebar dibandingkan capaian 2018 sebesar 2,6%. Seiring dengan hal tersebut pemerintah Tiongkok menargetkan penerimaan pajak yang lebih rendah.