Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo meminta perbankan tidak menaikkan bunga kredit meskipun kondisi likuiditas lebih ketat. Ia menyatakan siap menginjeksi likuiditas bila dibutuhkan.

"Perbankan tidak perlu naikkan suku bunga kredit lah, supaya terus menggerojoki pembiayaan kredit. Itu konteksnya. Kalau kurang, bilang saya," kata dia dalam forum economic outlook di Jakarta, Kamis (28/2).

Ia menyatakan operasi moneter guna menginjeksi likuiditas terus dilakukan. Pada Desember 2018, BI menyuntik likuiditas sebesar Rp 120 triliun, kemudian Januari 2019 sebesar Rp 75 triliun, dan berlanjut pada Februari ini.

(Baca: Kredit Perbankan Tumbuh Semakin Tinggi 11,97%, Likuiditas Diklaim Aman)

Selain itu, ia juga memastikan kecukupan likuiditas akan terus terjaga lewat sejumlah kebijakan makroprudensial. Ia pun menyinggung soal kebijakan pelonggaran uang muka kredit pemilikan rumah.

Kemudian, kebijakan untuk mendorong penyaluran kredit korporasi atau wholesale funding dan penerbitan obligasi korporasi. BI juga akan mencari kebijakan guna mendorong ekspor dan sektor pariwisata.

Menurut dia, kebijakan makroprudensial tersebut akan menjadi penawar dari dampak kenaikan bunga acuan. Adapun, bunga acuan BI telah naik sebanyak 175 basis poin sepanjang 2018 hingga mencapai posisi 6%.

(Baca: Gubernur BI: Bunga Acuan Bisa Turun Bila Stabilitas Ekonomi Terjaga)

Adapun likuiditas bank tercatat semakin ketat. Ini tercermin dari rasio kredit terhadap dana pihak ketiga (DPK) atau loan to deposit ratio (LDR) perbankan yang semakn tinggi. LDR mencapai 94% pada Desember 2018.

Tim Ekonom Bank Mandiri menyebut rasio LDR tersebut merupakan yang tertinggi dalam lebih dari 10 tahun. Penyebabnya, peningkatan pertumbuhan kredit perbankan yang tidak disertai dengan pertumbuhan DPK yang memadai.

(Baca: Likuiditas Bank Ketat, Rasio LDR Tertinggi Lebih dari 10 Tahun)

Pada 2018, pertumbuhan kredit perbankan mencapai 11,8%, ini merupakan yang tertinggi sejak 2013. Namun, DPK hanya tumbuh sebesar 6,4%, terendah sejak September 2016.