Nilai tukar rupiah menguat hingga kembali berada di level 14.000 per dolar Amerika Serikat (AS). Sejalan dengan Bank Indonesia (BI), para ekonom mengatakan penguatan seiring dengan derasnya aliran masuk dana asing ke pasar keuangan domestik. Penguatan diprediksi masih akan berlanjut, namun belum berjangka panjang.
"Pasar (investor) sedang memburu (Indonesia)," kata Kepala Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual usai menghadiri peringatan 64 Tahun Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI), di Jakarta, Senin (28/1). Ia memperkirakan nilai tukar rupiah bakal menguat sepanjang triwulan I tahun ini dan bisa menyentuh kisaran 13.000 per dolar AS.
Ia menjelaskan, derasnya arus masuk dana asing ke pasar keuangan domestik didukung oleh berita positif dari berakhirnya penghentian (shut down) operasional pemerintahan AS. Selain itu, kebijakan bunga acuan AS yang lebih konservatif tahun ini. "Ini sentimen yang membuat rupiah bagus," ujarnya. Sentimen ini juga memperkuat nilai tukar mata uang negara berkembang lainnya.
(Baca: Bahas Rupiah, Gubernur BI Singgung Kebijakan Lanjutan Substitusi Impor)
Sebelumnya, Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menyebut aliran masuk dana asing ke saham, surat utang pemerintah, dan surat utang swasta mencapai Rp 19,2 triliun sejak awal tahun ini sampai 24 Januari. Hal ini menjadi salah satu faktor penyokong penguatan rupiah. Ke depan, rupiah diperkirakan masih akan stabil bahkan cenderung menguat.
Namun, Ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Aviliani menilai penguatan tidak berjangka panjang lantaran masih bergantung pada investasi asing di portofolio saham dan obligasi yang mudah keluar-masuk (hot money).
Maka itu, ia menekankan pentingnya bagi pemerintah untuk memperbesar porsi investasi asing yang bersifat jangka panjang. Untuk itu, perbaikan-perbaikan di sektor riil perlu diteruskan. "Policy yang sudah kita buat untuk memperbaiki sektor riil jangan ditinggalkan lagi," ujarnya.
(Baca: Dana Asing Masuk Rp 19 T di Januari, Penguatan Rupiah Terbesar se-Asia)
Selain itu, pemerintah harus meningkatkan ekspor, melakukan substitusi impor, dan menggenjot devisa dari sektor pariwisata. "Ini harus digarap serius," kata dia. Lebih lanjut, ia menyarankan peningkatan kerja sama bilateral guna mengurangi transaksi dolar AS, seperti perjanjian local currency settlement dengan Thailand dan Malaysia.
Upaya lain untuk menguatkan rupiah dengan mengonversi utang berdenominasi dolar AS menjadi mata uang negara setempat. Hal ini sudah dilakukan oleh Jepang. Dengan demikian, ketergantungan terhadap mata uang Negeri Paman Sam dapat ditekan.