Nilai tukar rupiah menguat tajam pada awal tahun ini. Mengacu pada data Reuters, rupiah sempat menyentuh Rp 13.990 per dolar Amerika Serikat (AS) atau yang terkuat sejak Juni tahun lalu. Kepala Departemen Pengelolaan Moneter Bank Indonesia (BI) Nanang Hendarsah mengatakan selain imbas pelemahan dolar AS, ada andil intervensi institusinya di pasar valuta asing (valas) berjangka Domestic Non Deliverable Forward (DNDF).
Ia menjelaskan, BI melakukan lelang DNDF pada Senin (7/1) pukul 08.30 Waktu Indonesia Barat (WIB) yang dilanjutkan dengan intervensi bilateral melalui delapan broker secara “firm”. Hal ini sebagai langkah BI dalam mengawal penguatan kurs rupiah. "Dengan BI aktif intervensi di DNDF (sehingga) kurs NDF luar negeri menjadi lebih terkendali yang akan berdampak ke spotnya lebih menguat," kata dia kepada katadata.co.id, Senin (7/1).
Selain untuk memastikan kurs NDF luar negeri terkendali, meningkatnya aktivitas BI di pasar DNDF juga sebagai bentuk dukungan agar pasar DNDF lebih likuid dan efsien. “Bila transaksi DNDF ini terus berkembang dan banyak digunakan untuk hedging (lindung nilai valas) maka akan membantu "smoothing" pembelian valas di dalam negeri sehingga rupiah bisa lebih stabil,” kata dia.
(Baca juga: BI Isyaratkan Ada Ruang Penguatan Kurs Rupiah Kembali ke Posisi 13.500)
Sekarang ini, terdapat 13 bank yang aktif di pasar interbank DNDF, sejumlah investor asing transaksi DNDF untuk hedging investasi di saham, dan sejumlah korporasi termasuk satu BUMN sudah melakukan transaksi. Selain dalam dolar AS/rupiah, sudah ada nasabah yang bertransaksi DNDF dalam yen/rupiah dan euro/rupiah.
Adapun terkait pelemahan dolar AS yang memicu penguatan mata uang global termasuk rupiah, Nanang menjelaskan hal tersebut imbas sentimen positif dari kesepakatan perang dagang dan perubahan sikap bank sentral AS, The Federal Reserve (The Fed).
Sebelumnya, The Fed memberikan sinyal tegas akan mengerek bunga acuannya sebanyak dua kali di 2019. Namun, jatuhnya harga saham di AS mendorong The Fed bersikap lebih fleksibel dan akan menunggu perkembangan data ekonomi ke depan. The Fed juga mulai melunak atas rencana proses penarikan likuiditas dari sistem keuangan.
(Baca juga: Ekonom Lihat Peluang Besar Kurs Rupiah Balik ke Kisaran 13.000/US$)
Nanang menjelaskan, BI akan terus memonitor secara cermat dinamika pasar keuangan global yang merespons negosiasi dagang AS-Tiongkok dan kebijakan moneter The Fed. “BI akan tetap berada di pasar untuk mengawal dan merespon dengan seksama pergerakan rupiah, untuk memastikan kepercayaan masyarakat terhadap rupiah tetap tinggi,” kata dia.
Ia pun menjelaskan, BI tetap memberikan ruang bagi rupiah untuk menguat, dan mengawal penguatan tersebut, termasuk dengan intervensi di pasar DNDF.
Mengacu pada data Bloomberg, rupiah ditutup di level 14.082 per dolar AS pada perdagangan di pasar spot, Senin (7/1). Ini artinya, rupiah menguat 1,31% dibandingkan penutupan pada perdagangan sebelumnya dan 2,14% sepanjang tahun ini (year to date). Bila mengacu pada data Reuters, rupiah tercatat sempat menyentuh level 13.990 per dolar AS pada Senin siang.
Penguatan rupiah tercatat sebagai yang terbesar di antara mata uang Asia lainnya. Mata uang Asia yang mengalami penguatan cukup besar yakni won Korea Selatan dan ringgit Malaysia masing-masing 0,51%. Adapun posisi rupiah saat ini merupakan yang terkuat sejak Juni tahun lalu.