Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak punya tugas berat pada 2019 ini. Penerimaan pajak harus tumbuh 19,8% dari realisasi tahun lalu untuk bisa mencapai target tahun ini yang sebesar Rp 1.577,57 triliun.

Pengamat pajak dari Danny Darussalam Tax Center (DDTC) Darussalam mengatakan rata-rata pertumbuhan penerimaan pajak pada 2015-2017 hanya sekitar 6%, sementara pada 2018 sebesar 14,3%. "(Jadi) ini bukan suatu target pertumbuhan yang mudah," kata dia kepada katadata.co.id, Kamis (3/1).

Sebelumnya, Direktur Jenderal Pajak Robert Pakpahan sempat mengatakan keterbukaan data keuangan dalam program Automatic Exchange of Information (AEoI) menjadi andalan untuk bisa mencapai target penerimaan pajak tahun ini. Darusalam juga melihat peluang yang sama.

(Baca juga: Penerimaan Pajak dari Empat Sektor Industri Utama Tumbuh Melambat)

Ia menambahkan, peningkatan penerimaan juga dapat dilakukan dengan mendorong kepatuhan dari segmen wajib pajak tertentu, seperti high net worth individual (orang kaya) dan Usaha Kecil Menengah (UKM).

Untuk meningkatkan kepatuhan, ia pun menilai hal yang mendesak perlu dilakukan adalah reformasi pajak melalui revisi Undang-Undang di bidang pajak. "Perlu revisi UU yang memperhatikan suara wajib pajak karena pada dasarnya sesuai Pasal 23 A UUD (Undang-Undang Dasar) 1945, pajak adalah kesepakatan antara masyarakat dan negara," ujarnya.

Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo juga melihat peluang dari AEoI. "Sudah ada AEoI, sekarang tinggal praktis di lapangan," katanya. Ia menjelaskan, perlu ada pengelompokan data untuk tindak lanjutnya.

Di luar itu, ia melihat peluang penerimaan dari Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Menurut dia, sistem yang rumit menyebabkan penerimaan PPN baru mencapai 60% dari potensinya. "Meski sudah ada e-faktur, tapi masih bocor karena ada faktur fiktif," ujarnya.

(Baca juga: Data Keuangan Nasabah Jadi Andalan Buat Capai Target Pajak 2019)

Sejatinya, potensi penerimaan PPN bisa tercermin dari Produk Domestik Bruto (PDB). Ia mengatakan, PPN yang belum banyak terekam ialah di sektor informal, seperti pertambangan, pertanian, hingga perkebunan. Selain itu, sektor perdagangan online (e-commerce).

Prastowo juga menilai Ditjen Pajak perlu meningkatkan pengawasan di daerah. Sebab, pengawasan yang berjalan efektif baru terlihat di pusat. Hal ini tercermin dari capaian penerimaan yang sesuai target di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Besar.

Kemudian, penegakan hukum pajak dan audit pajak juga perlu dilakukan kembali. "Tahun politik ini mengganggu pengumpulan pajak. Tapi setelah April bisa dilakukan (lagi). Audit yang berisiko tinggi dulu," ujarnya.

Di sisi lain, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memastikan Ditjen Pajak akan mengumpulkan pajak secara hati-hati sehingga tetap menjaga momentum pertumbuhan ekonomi. "Kami tidak mau membuat suasana ekonomi mengalami tekanan," ujar dia.

Maka itu, Ditjen Pajak akan menjaga tata kelola pengumpulan pajak. Data yang telah diterima akan digunakan secara baik dan akurat.  Di sisi lain, pemerintah memberikan insentif pajak yang cukup banyak guna mendorong kinerja dunia usaha.

Sri Mulyani pun menyatakan optimistis dengan target pajak tahun ini. "Bekal 2019 sangat baik, namun kami harus mengetahui perlunya kehati-hatian," katanya.