BI: Kebijakan B20 Perbaiki Defisit Transaksi Berjalan Hingga 0,2%

Arief Kamaludin | Katadata
18/11/2018, 01.15 WIB

Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Dody Budi Waluyo mengatakan kebijakan pencampuran minyak sawit 20% ke Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis solar (B20) telah memberikan dampak positif pada penurunan defisit transaksi berjalan (current account deficit). Namun, dampaknya memang belum maksimal.

"Ini baru paruh jalan, kami belum lihat full impact selama setahun. Namun itu sudah punya dampak positif paling tidak memperbaiki (menahan) CAD 0,1-0,2% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB)," kata dia saat Pelatihan Wartawan di Solo, Sabtu (17/11).

Menurut dia, dengan kebijakan tersebut impor solar semestinya menurun sementara produksi minyak sawit akan meningkat. Hal ini akan terlihat secara maksimal pada tahun depan. Namun, secara keseluruhan, besaran impor minyak dan gas (migas) masih akan bergantung pada harga migas dunia.

(Baca juga: Ada Kebijakan B20, Impor Solar pada Oktober Malah Melonjak 78%)

Adapun impor migas merupakan salah satu penyumbang defisit transaksi berjalan (defisit perdagangan barang dan jasa). Ia menilai, penurunan impor migas bakal lebih efektif dilakukan kebijakan pemerintah dibandingkan dengan upaya penambahan produksi minyak.

Sebelumnya, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyatakan, sejak kebijakan B20 diimplementasikan per 1 September lalu, ada penurunan impor sebesar 4.000 kiloliter per hari, dibandingkan dengan periode sebelum aturan itu diberlakukan pada Januari-Agustus 2018.

(Baca juga: Tiga Penyebab Kebijakan B20 Tak Berjalan Mulus)

Namun, Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar mengakui bahwa kebijakan B20 belum berjalan efektif 100%. Penerapannya di lapangan baru sekitar 90%. Penyebabnya, kebijakan baru dimulai September lalu. Selain itu, masih ada berapa sektor yang mendapat pengecualian sementara menggunakan B20.