Terbesar di Era Jokowi, Defisit Transaksi Berjalan 3,37% dari PDB

Martha Ruth Thertina
9 November 2018, 18:06
Dolar Amerika Serikat
ARIEF KAMALUDIN | KATADATA

Bank Indonesia (BI) mengumumkan defisit transaksi berjalan sebesar US$ 8,8 miliar atau 3,37% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) pada kuartal III. Realisasi tersebut merupakan yang terburuk di era pemerintahan Presiden Joko Widodo.

Melebarnya defisit pada neraca transaksi berjalan menunjukkan kebutuhan valuta asing (valas) untuk impor barang dan jasa semakin tidak bisa diimbangi oleh pasokan valas dari ekspornya. Kondisi ini membuat Indonesia jadi semakin bergantung pada investasi asing termasuk yang sifatnya jangka pendek ke portofolio buat menambah pasokan valas. Ini membuat kurs rupiah rentan gejolak.

Advertisement

Secara historis, neraca transaksi berjalan mulai mengalami defisit pada kuartal IV 2011. Defisit bergerak di kisaran 2-4% terhadap PDB pada periode 2012 sampai kuartal III 2014, sebelum kemudian stabil di bawah batas aman yaitu 3%. Namun, kondisinya berubah mulai tahun ini, defisitnya kembali menembus 3% pada kuartal II dan berlanjut ke kuartal III.

BI memaparkan, defisit transaksi berjalan pada kuartal III dipengaruhi oleh penurunan kinerja neraca perdagangan barang dan meningkatnya defisit neraca jasa. Secara rinci, penurunan kinerja neraca perdagangan barang terjadi lantaran meningkatnya defisit neraca perdagangan migas. Sementara peningkatan surplus neraca perdagangan barang nonmigas relatif terbatas akibat tingginya impor seiring kuatnya permintaan domestik.

“Peningkatan defisit neraca perdagangan migas terjadi seiring dengan meningkatnya impor minyak di tengah naiknya harga minyak dunia,” demikian tertulis dalam keterangan tertulis BI yang dilansir pada Jumat (9/11).

Sementara itu, defisit neraca jasa meningkat, khususnya jasa transportasi, sejalan dengan peningkatan impor barang dan pelaksanaan kegiatan ibadah haji.

(Baca juga: Ancaman Berkepanjangan dari Defisit Transaksi Berjalan)

Adapun defisit transaksi berjalan tertahan untuk membengkak lebih besar imbas pertumbuhan ekspor produk manufaktur dan kenaikan surplus jasa perjalanan. Secara khusus, kenaikan surplus neraca perjalan disebut BI terjadi seiring naiknya jumlah kunjungan wisatawan mancanegara, antara lain terkait penyelenggaraan Asian Games di Jakarta dan Palembang.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...
Advertisement