Utang pemerintah menembus Rp 4.034,8 triliun pada Februari 2018. Direktur Strategi dan Portfolio Utang Direktorat Jenderal Pembiayaan dan Pengelolaan Risiko Kementerian Keuangan Schneider Siahaan mengatakan, utang tersebut bisa saja dilunasi dalam kurun waktu delapan tahun, jika Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) surplus Rp 500 triliunan setahun.
“Kalau ditanya kapan lunas? Tergantung political, kalau bisa bikin budget kita surplus Rp 500 triliun setahun, (artinya) kalau penerimaan pajak Rp 1.800 triliun kita potong (Rp 500 triliun untuk membayar utang) jadi Rp 1.300 triliun (untuk belanja). Jadi bagi saja, kan itu bisa delapan tahun. Tergantung dari politik anggaran,” kata Schneider di Bank Indonesia (BI), Kamis (15/3).
Adapun kondisinya saat ini, APBN masih mengalami defisit. Alhasil, ke depan, utang masih akan terus bertambah. Tapi, Schneider meyakinkan utang dalam posisi yang aman, lantaran pendapatan nasional cukup besar. Hal itu tercermin dari Produk Domestik Bruto (PDB) yang sebesar Rp 13.798 triliun. “Makanya perlu dilihat secara relatif. Kalau lihat utang itu, berapa penghasilannya,” kata dia.
Saat ini, rasio utang pemerintah terhadap PDB tercatat rendah yaitu 29,2%, di bawah batas yang diizinkan Undang-Undang Keuangan Negara yaitu 60%, dan di bawah negara-negara setara (peers), seperti Vietnam (63,4%), Thailand (41,8%), Malaysia (52,7%), Brazil (81,2%), Nikaragua (35,1%), dan Irlandia (72,8%).
Di sisi lain, Ekonom Samuel Aset Manajemen Lana Soelistianingsih menjelaskan, jika tidak ingin berutang, maka penerimaan pajak harus naik untuk membiayai pembangunan. “Mau enggak pajak naik? Kalau enggak, apa sarannya? Utang enggak boleh, penerimaan tidak bisa, tapi kalau pemerintah tidak membangun, dimarahi. Serba salah,” kata dia. (Baca juga: Utang Pemerintah Tembus Rp 4.000 T, Ini Risiko yang Perlu Diwaspadai)
Namun, ke depan, ia melihat peluang APBN tak lagi dibiayai utang. Hal itu seiring dengan reformasi perpajakan yang tengah dijalankan pemerintah. “Pemerintah lagi melakukan reformasi perpajakan, karena enggak bisa terus menerus juga berutang. Tapi, kalau melihat kondisi sekarang ini, 2-3 tahun sampai reformasi perpajakan (selesai) masih akan berutang,” ujarnya.