Pemerintah Diperingatkan Kebijakan Harga BBM Ancam Rating Utang

Arief Kamaludin|KATADATA
7/3/2018, 17.29 WIB

Keputusan pemerintah mempertahankan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi dan tarif listrik di tengah tren kenaikan harga minyak dunia mendapat sorotan dari lembaga pemeringkat internasional, Moody’s Investors Service. Keputusan yang bakal berimbas pada kenaikan beban subsidi energi tersebut dianggap mencerminkan kemunduran reformasi anggaran.

“Keputusan tersebut, jika diimplementasikan, akan mencerminkan kemunduran reformasi yang berjalan sebelumnya dan memberikan tantangan terhadap kekuatan kelembagaan,” kata Analis Moody’s Investor Service Anushka Shah seperti dikutip Bloomberg, Rabu (7/3). Rencananya, harga BBM bersubsidi dan listrik bakal dipertahankan hingga 2019.

Menurut Anushka, keputusan pemerintah mempertahankan harga BBM tidak akan berdampak langsung pada posisi fiskal, tapi kebijakan mempertahankan tarif listrik dapat mempengaruhi neraca keuangan. “Jika risiko tersebut menyebabkan ketidakstabilan makro ekonomi, Moody’s akan melihatnya sebagai kredit negatif,” kata dia.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution memahami keputusan pemerintah tersebut bisa jadi tak sesuai dengan ekspektasi lembaga pemeringkat. Namun, ia masih berharap rating utang tak terganggu.

“Akhirnya yang dihitung kan keseluruhan ya. Mungkin satu hal tidak seperti perkiraan dan harapan mereka, terutama dalam harga BBM dan listrik. Tetapi kan itu yang dilihat akhirnya secara keseluruhan nanti gimana, kesehatan fiskal (anggaran), seluruh fiskal, kemudian (kondisi) perbankan, sektor riil, yang dilihat itu,” kata Darmin.

Dari segi anggaran, ia menjelaskan, beban subsidi yang membesar tak akan memperlebar defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Sebab, di sisi lain, penerimaan negara juga meningkat seiring kenaikan harga minyak dunia.

“Otomatis subsidinya pasti naik, tapi penerimaan pemerintah juga naik. Totalnya bagaimana? Masih mulus, malah tambah jadi baik. Jadi, tidak membuat defisit, malah positif kalau bicara APBN,” kata dia.

Sebelumnya, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengusulkan subsidi solar naik dari saat ini Rp 500 per liter menjadi Rp 700 hingga Rp 1.000 per liter. Di sisi lain, subsidi untuk premium tetap. Penyebabnya, kuota solar lebih banyak yaitu 16 juta kiloliter atau Rp 7 triliun.

Secara keseluruhan, pemerintah menganggarkan subsidi energi Rp 94,55 triliun dalam APBN 2018. Jumlah tersebut terdiri dari subsidi BBM dan LPG 3 KG Rp 46,86 triliun dan subsidi listrik Rp 52,66 triliun.

Adapun hingga kini, Moody's masih mempertahankan rating utang jangka panjang Indonesia di level Baa3 atau level terendah layak investasi (investment grade). Di sisi lain, lembaga pemeringkat internasional lainnya, yaitu Fitch Ratings dan Japan Credit Rating Agency, Ltd. (JCR) telah memberikan rating yang lebih tinggi yaitu satu level di atas batas bawah investment grade