BI: Pilkada Serentak Dorong Pertumbuhan Ekonomi

ANTARA FOTO/Yusuf Nugroho
Sejumlah pekerja menyortir dan melipat surat suara pemilihan Bupati Jepara di gudang logistik KPU Jepara, Jawa Tengah, 15 Januari 2017.
17/2/2017, 08.00 WIB

Momen pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak di 101 daerah digadang-gadang bakal mendongkrak laju pertumbuhan ekonomi tahun ini. Alasannya, pesta rakyat tersebut mampu menggenjot konsumsi masyarakat yang merupakan motor utama penggerak perekonomian.

Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardojo menjelaskan, gelaran pilkada selalu berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi nasional. Apalagi, bila pilkada berlangsung dua putaran. "Kalau seandainya sekarang ada second round di Jakarta, saya harapkan berjalan baik," katanya saat konferensi pers usai Rapat Dewan Gubernur BI di Gedung BI, Jakarta, Kamis (16/2).

(Baca juga: Hitungan Sementara KPU, Ahok Unggul 44,58 Persen Suara)

Sejauh ini, ia menilai, pilkada juga tidak mengganggu kegiatan dunia usaha dan investasi. Hal tersebut tampak dari derasnya aliran dana asing sepanjang awal tahun ini yang membuat nilai tukar rupiah bergerak stabil.

Pada Januari 2017, rupiah tercatat menguat sebesar 0,9 persen menjadi 13.352 per dolar Amerika Serikat (AS). Padahal, pada kuartal IV-2016, rupiah melemah 3,13 persen menjadi 13.473 per dolar AS.

"Ini menunjukkan kepercayaan dunia usaha terhadap Indonesia, bahwa Indonesia yang menjalankan pesta demokrasi berjalan sesuai undang-undang tetapi ekonomi tetap terjaga," ujar Agus. (Baca juga: Aneka Risiko Ekonomi Mengancam, BI Tahan Suku Bunga Acuan)

Meski ekonomi tampak positif di awal tahun ini, BI tak lantas menaikkan proyeksi pertumbuhan ekonomi 2017 dari kisaran 5-5,4 persen. Dengan berbagai stimulus yang ada, BI memproyeksikan pertumbuhan ekonomi domestik berada di tengah rentang proyeksi BI yaitu 5,2-5,3 persen.

Di sisi lain, Direktur Eksekutif Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI Juda Agung menjelaskan, selain faktor pilkada, pertumbuhan ekonomi nasional juga bakal disokong oleh perbaikan kinerja ekspor. Hal ini terjadi seiring kenaikan harga-harga komoditas andalan Indonesia, seperti minyak sawit, batu bara, tembaga, timah, dan nikel.

Khusus untuk komoditas batu bara, Juda meramalkan, bakal ada permintaan yang cukup stabil dari Cina pada tahun ini. Hal tersebut juga digadang-gadang bakal berdampak positif terhadap investasi yang juga merupakan motor pendorong perekonomian. (Baca juga: Dipanggil Jokowi, Darmin Yakin Ekonomi Bisa Tumbuh Sampai 5,8 Persen)

Di luar itu, ia pun memperhitungkan adanya kebijakan fiskal yang lebih baik sehingga mendorong perekonomian tumbuh lebih tinggi. "Ditambah risiko fiskal tahun ini dibanding tahun lalu lebih rendah, sehingga tentu implikasinya pertumbuhan ekonomi dan dorongan fiskal akan lebih baik," ujar Juda.