Bank Indonesia (BI) meyakini cadangan devisa cukup kuat menghadapi gejolak yang mungkin terjadi di pasar keuangan pada awal tahun depan. Apalagi, cadangan devisa sudah menebal seiring aliran masuk dana asing, salah satunya melalui obligasi global yang diterbitkan pemerintah awal bulan ini.
Deputi Gubernur BI Perry warjiyo mengatakan, dana asing senilai US$ 3,5 miliar yang masuk melalui obligasi global bakal mempertebal cadangan devisa yang berada di posisi US$ 111,46 miliar akhir November lalu. “Inflow dari obligasi global akan naik lagi jumlah cadev, maka lebih dari cukup sebagai secondline untuk mengantisipasi perubahan (kondisi) dari sisi eksternal,” katanya di Jakarta, Jumat (16/12).
Cadangan devisa memang jadi instrumen penting untuk menjaga stabilitas kurs rupiah. Apalagi, ada risiko pembalikan modal asing (capital reversal) imbas kenaikan bunga dana bank sentral Amerika Serikat (AS) alias Fed Fund Rate. Setelah naik 0,25 persen pada Rabu (14/12), Fed Fund Rate diproyeksi bakal naik sebanyak tiga kali tahun depan.
(Baca juga: Bunga The Fed Naik, Saham dan Mata Uang Negara Berkembang Anjlok)
Sebelumnya, Direktur Eksekutif Departemen Kebijakan Makro Ekonomi dan Moneter BI Juda Agung mengatakan, selain dari obligasi global, cadangan devisa juga terbantu oleh aliran masuk dana asing ke pasar modal serta dana repatriasi program pengampunan pajak (tax amnesty). “Sebelumnya sudah masuk Rp 7 triliun (di awal Desember) itu dari portfolio,” katanya.
Adapun dana repatriasi telah masuk masing-masing sebesar Rp 42 triliun dan Rp 25 triliun pada Oktober dan November lalu. Dana repatriasi diramalkan bakal kembali masuk sebesar Rp 80 triliun pada Desember ini.
Ke depan, menurut Perry, BI akan terus konsisten menerapkan bauran kebijakan terkait dengan aturan suku bunga, nilai tukar rupiah, dan pengawasan (surveillance) untuk menjaga stabilitas makro. Selain itu, koordinasi dengan pemerintah dari sisi fiskal juga bakal terus dilakukan. (Baca juga: BI Tahan Suku Bunga Antisipasi Kenaikan Bunga The Fed 2017)
Perry menambahkan, pihaknya juga berfokus memperdalam pasar keuangan domestik. Tujuannya agar upaya BI menjaga stabilitas di pasar keuangan semakin ringan. Pada November lalu, BI mencatat investor asing melepas Rp 18 triliun kepemilikannya di obligasi pemerintah.
“BI membeli Rp 6,5 triliun sampai Rp 7 triliun. Sisanya dibeli oleh bank dan lembaga keuangan non bank. Jadi pemain domestik kalau ada sudden reveral juga bisa menyeimbangkan,” ujar dia.
Di sisi lain, Ekonom Samuel Asset Management Lana Soelistianingsih mengatakan, tekanan kurs bakal makin kuat bila Presiden AS terpilih Donald Trump membuat perubahan signifikan pada kebijakan ekonomi di negara tersebut. Maka itu, ia menyambut positif tambahan cadangan devisa dari obligasi global.
“Apakah tekanan akan semakin kuat ke dolar AS? Kalau iya, pasti rupiah akan melemah. Kecuali Trump dalam pidatonya (nanti) realistis, jadi tidak berubah drastis, rupiah menguat lagi,” kata dia. (Baca juga: Sri Mulyani: Pondasi Ekonomi Kuat Hadapi Bunga The Fed)
Lana memprediksi, cadangan devisa bakal naik sekitar US$ 2-3 miliar di Desember. Hal itu mempertimbangkan penambahan dana dari obligasi global dan pengurangan untuk pembayaran utang luar negeri.
Adapun dana repatriasi, diprediksi Lana tak akan banyak membantu penguatan rupiah. Sebab, mayoritas peserta program pengampunan pajak enggan menukar asetnya ke dalam rupiah. ”Klien kami pun begitu, tidak mau karena hanya tiga tahun, tidak masalah kalau tidak dikonversi,” kata dia. (Baca juga: BPS Taksir Pelemahan Rupiah Sejak November Akan Berlanjut)