Pulangnya duit warga negara Indonesia (WNI) dari luar negeri terkait program pengampunan pajak (tax amnesty) membuat kurs rupiah berjaya atas dolar Amerika beberapa hari ini. Meski begitu, keperkasaan mata uang Indonesia ini masih dihadapkan sejumlah tantangan yang bisa mengembalikan ke kisaran 13 ribuan per dolar.
Ekonom Bank Permata Josua Pardede meramalkan kurs rupiah masih bergerak di kisaran 13 ribuan, tepatnya 13.000 - 13.100 per dolar Amerika hingga akhir tahun. Kenaikan suku bunga bank sentral Amerika (The Federal Reserve/The Fed) akan menjadi faktor utama. Sebab, sebagian besar anggota The Federal Open Market Committee (FOMC) menganggap kenaikan suku bunga perlu dilakukan seiring dengan pulihnya ekonomi Negeri Paman Sam tersebut.
Selain faktor suku bunga The Fed, ada juga faktor pembayaran dividen pada pertengahan Oktober yang bakal memicu naiknya permintaan dolar. Meski begitu, Josua meyakini kepulangan dana WNI dalam skema repatriasi cukup memberikan sentimen positif pada rupiah dan indeks saham. “IHSG berpotensi menguat hingga 5.600 - 5.700 sampai akhir tahun,” kata Josua. (Baca juga: Banjir Dana Repatriasi, Rupiah Tembus Level 12 Ribuan per Dolar).
Sentimen positif tax amnesty seiring tingginya pencapaian uang yang masuk dalam tiga bulan pertama penyelenggaraan program ini. Josua menyebut, total dana repatriasi sebesar Rp 128 triliun per Rabu, 28 September 2016, telah memecahkan rekor pencapaian amnesti pajak. Negara-negara lain yang pernah melakukan program serupa belum pernah mencapai nominal itu.
Dalam catatannya, aliran dana asing masuk (capital inflow) ke pasar saham pada kuartal tiga mencapai US$ 1,59 miliar, sedangkan yang masuk ke pasar obligasi mencapai US$ 2,38 miliar. Angka ini berpotensi melonjak jika prediksi Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Nurhaida menjadi kenyataan. Ia meramalkan Rp 400 triliun dana repatriasi bakal membanjiri pasar saham dan obligasi. Sebesar Rp 100 triliun masuk ke pasar saham dan Rp 300 triliun ke pasar obligasi. (Baca juga: Dana Bank Tersedot Tax Amnesty, BI "Suntik" Rp 35 Triliun).
Sebagai informasi, pada perdagangan kemarin, kurs rupiah menguat ke posisi 12.957 per dolar Amerika. Sementara itu, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup pada level 5.425. Meski penguatan kurs berlanjut, Josua meyakini Bank Indonesia tetap akan memantau fluktuasi rupiah agar tidak menguat terlalu cepat.
Prediksi lebih optimistis disampaikan Satrio Utomo, Kepala Riset Universal Broker. Ia memperkirakan rupiah akan berada pada posisi 12.400 - 13.200 per dolar Amerika pada akhir tahun. Menurutnya, kurs rupiah sesuai fundamental jika bergerak di atas level 12.500. Sedangkan IHSG diproyeksi Satrio akan berada pada level 5.200 - 5.800 di akhir tahun. (Baca: Fed Tahan Bunga, Indeks Harga Saham Berpotensi Cetak Rekor).
Analis OSO Securities menilai optimisme pasar terhadap pencapaian program tax amnesty sudah tergambar dari pergerakan di bursa saham dan obligasi. Sekedar catatan, total penawaran lelang Surat Utang Negara (SUN) mencapai Rp 19,7 triliun dari target indikatif Rp 12 triliun. Pemerintah pun menyerap Rp 14 triliun dari penerbitan obligasi negara tersebut.
Sayangnya perkembangan positif di pasar modal belum dibarengi dengan perkembangan positif pada belanja pemerintah. Padahal pengeluaran jenis ini menjadi salah satu variabel yang mendorong ekonomi jadi lebih kuat. Analis OSO Securities menyebutkan belanja modal pemerintah baru mencapai Rp 68,7 triliun atau 32,8 persen dari target.