IMF Pangkas Proyeksi Pertumbuhan Amerika Jadi 2,2 Persen

Arief Kamaludin | Katadata
Direktur Pelaksana Dana Moneter Internasional (IMF) Christine Lagarde
23/6/2016, 09.57 WIB

Pemulihan ekonomi Amerika Serikat (AS) masih jauh dari harapan. Dana Moneter Internasional atau International Monetary Fund (IMF) memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi negara tersebut tahun ini. Alasannya, kondisi sektor energi masih lemah, dolar terus menguat, dan beragam kekacauan di luar negeri.

IMF memprediksi pertumbuhan ekonomi AS tahun ini sebesar 2,2 persen, lebih rendah dari perkiraan pada April lalu sebesar 2,4 persen. Artinya, ekonomi AS diproyeksi tumbuh lebih lambat dibanding tahun lalu. Sedangkan pada tahun depan, IMF memprediksi pertumbuhan AS mencapai 2,5 persen. (Baca: Tiga Pilihan The Fed Hadapi Resesi)

Kondisi masih lemahnya perekonomian ini juga telah dikonfirmasi oleh bank sentral AS yaitu Federal Reserve (The Fed), yang pada pekan lalu memutuskan menahan suku bunga acuan Fed rate. Para pejabat pun menyatakan kenaikan suku bunga tidak akan terjadi dalam waktu dekat, dengan adanya pertumbuhan yang lambat. 

IMF mengatakan The Fed sebaiknya merencanakan kenaikan target inflasinya di atas 2 persen sebagai antisipasi jika suku bunga kembali turun hingga ke level nol. “Dengan suku bunga the Fed, pertumbuhan akan terjadi secara bertahap,” kata IMF dalam laporannya seperti dikutip Wall Street Journal, Rabu (22/6).

Yang pertama harus dilakukan The Fed, menurut IMF, harus memastikan kenaikan inflasi dan harga, serta tetap mewaspadai adanya inflasi harga global.

Selain itu, para ekonom IMF memperingatkan kuatnya dolar bisa menjadi masalah bagi AS, terutama dengan ancaman masih berlangsungnya kekacauan eknomi di luar negeri. Sedangkan penurunan investasi korporasi bisa membebani pertumbuhan dalam beberapa kuartal mendatang.

(Baca: Cemaskan Risiko Brexit, Bank Sentral Amerika Tahan Suku Bunga)

IMF tetap memperingatkan bahwa lemahnya aktivitas perekonomian di AS mencerminkan rendahnya kapasitas negara ini untuk tumbuh. Jika perekonomian tidak selemah saat ini, gelombang inflasi akan muncul dan membuat The Fed harus cepat-cepat menaikkan suku bunga.

Namun, skenario itu bisa menghancurkan pertumbuhan ekonomi global yang sudah lemah. Sebab, The Fed sebagai bank sentral utama dunia, bakal menaikkan bunga serta menahan ekspansi AS.

Selain itu, IMF menilai AS berpotensi menghadapi tantangan jangka panjang untuk meraih pertumbuhan yang kuat dan berkelanjutan. Kemampuan AS untuk melakukan ekspansi telah merosot menjadi di bawah 2 persen saat ini, dari di atas 3 persen pada tahun 2000-an.

Jumlah pekerja yang berkurang, anjloknya pertumbuhan produksi, kesenjangan penghasilan yang melebarnya serta tingginya tingkat kemiskinan menjadi ancaman bagi AS untuk berkembang. “Jika tidak diperhatikan, maka hal-hal itu akan merusak pertumbuhan serta menghambat langkah AS untuk memajukan standar hidup,” kata Direktur IMF Christine Lagarde.

(Baca: Negara Maju Masih Lesu, Bank Dunia Pangkas Proyeksi Pertumbuhan Global)

Untuk meningkatkan prospek pertumbuhan AS, IMF mendesak agar pemerintahnya memperbaiki sistem perpajakan, termasuk untuk korporasi.

Selain itu, memperluas cakupan kredit untuk kelompok berpenghasilan rendah. Pemerintah AS pun diharapkan menggenjot investasi publik untuk memperbaiki sistem infrastruktur.

Persoalan utang yang terus membengkak juga harus segera diatasi. IMF memprediksi utang pemerintah mulai meningkat pada tahun 2019 dan melebihi 80 persen dari produk domestik bruto (PDB) di tahun 2022. “Menolak semua bentuk proteksionisme juga penting,” kata IMF.