S&P Nilai Positif, Peringkat Indonesia Berpeluang Layak Investasi

Katadata
Direktur Standard and Poor?s Kyran Curry menemui Menko Perekonomian Darmin Nasution di kantornya, Jakarta, Rabu (11/5).
Penulis: Desy Setyowati
Editor: Yura Syahrul
11/5/2016, 17.21 WIB

Standard and Poor’s (S&P) menilai positif kemajuan perekonomian Indonesia dalam setahun terakhir. Penilaian dari lembaga pemeringkatan internasional itu membuka peluang mengerek peringkat kredit Indonesia menjadi investment grade alias layak investasi. Hal ini sejalan dengan penilaian Bank Indonesia (BI) dan beberapa ekonom.

Director Sovereign and International S&P Kyran Curry mengakui adanya kemajuan perekonomian Indonesia. Hal itu diperolehnya dari hasil kunjungan ke Indonesia dan bertemu sejumlah pejabat pemerintah pada pekan ini. Ia pun mengaku puas dengan kefasihan Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan dari S&P.

Karena itulah, dia menyatakan, secara umum ada peluang menaikkan peringkat Indonesia menjadi investment grade. “Ada kemungkinan menaikkan peringkat lebih tinggi nanti,” kata Curry di kantor Kementerian Koordinator Perekonomian, Jakarta, Rabu (11/5). Namun, lembaganya masih harus mengkaji beberapa data untuk memberikan penilaian akhir terhadap peringkat terbaru kredit Indonesia. Rencananya, keputusan S&P tersebut akan diumumkan bulan depan.

(Baca: BI Berharap S&P Kerek Rating Indonesia ke Investment Grade)

Sekadar informasi, S&P saat ini masih menempatkan Indonesia di bawah level layak investasi dengan peringkat BB+. Pada Mei 2015, lembaga ini sebenarnya telah mendongkrak prospek peringkat Indonesia dari "Stabil" menjadi "Positif". Dengan begitu, terbuka kemungkinan bagi S&P menaikkan peringkat tersebut ke level layak investasi dalam 12 bulan ke depan alias pada Mei ini.

Apalagi, sebelumnya dua lembaga rating internasional telah menyematkan peringkat layak investasi kepada Indonesia. Yaitu Moody’s Investors Service dan Fitch Rating. Akhir Januari lalu, Moody’s mempertahankan peringkat kredit Indonesia yaitu Baa3 dengan prospek stabil. Ini merupakan derajat (notch) terendah level investment grade yang sudah disematkan Moody’s sejak 18 Januari 2012.

Pada awal Januari 2012, Fitch juga memberikan peringkat BBB- dengan prospek stabil kepada Indonesia. Ini merupakan peringkat layak investasi pertama Indonesia dari Fitch dalam kurun 14 tahun terakhir.

(Baca: Sepekan, Dua Lembaga Tetapkan Rating Layak Investasi Indonesia)

Ekonom Maybank Juniman berpandangan, peluang kenaikan peringkat Indonesia oleh S&P sangat besar. Pertimbangannya, Indonesia sudah melakukan reformasi fiskal, yang memfokuskan anggaran pada pembangunan infrastruktur. Hal ini didukung oleh 12 Paket Kebijakan Ekonomi yang sudah dirilis pemerintah sejak September tahun lalu untuk merampingkan birokrasi dan regulasi. “Ini menjadi poin penting untuk rating Indonesia,” katanya kepada Katadata.

Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual juga melihat, respons S&P terhadap perekonomian Indonesia saat ini cukup positif sehingga peluang kenaikan kredit terbuka lebar.

Meskipun lembaga pemeringkatan tersebut masih fokus pada beberapa persoalan terkait birokrasi, tata kelola pemerintahan yang baik (Good Corporate Governance/GCG), dan kemudahan berusaha (Ease of Doing Business/EODB). “Mungkin (S&P) mau lihat implementasinya dulu,” ujar dia.

Sebelumnya, Gubernur BI Agus Martowardojo pun menilai, Indonesia sudah pantas mendapatkan peringkat layak investasi dari S&P. Penilaian itu berdasarkan kondisi fundamental makroekonomi dan kebijakan moneter serta fiskal. Dari sisi fiskal misalnya, ada peningkatan signifikan terhadap belanja modal dan pengeluaran pemerintah sejak awal tahun ini. Sedangkan subsidi yang tidak produktif sudah dikurangi.

(Baca: Dua Alasan Moody’s Pertahankan Peringkat Layak Investasi Indonesia)

Hal ini diharapkan bisa memacu pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi ketimbang 2015. Apalagi, kalau geliat pertumbuhan ekonomi diikuti oleh perusahaan swasta dengan meningkatkan investasinya. Peluang tersebut semakin terbuka lebar dengan rencana pemerintah mendorong penurunan bunga kredit sebesar satu digit tahun ini. “Diharapkan kuartal II dan III nanti sudah akan terlihat (peningkatan investasi swasta),” kata Agus.

Di sisi lain, anggaran negara akan semakin kredibel kalau pemerintah melakukan revisi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2016. Tujuannya agar sesuai dengan perkembangan ekonomi terkini dan menyeimbangkan antara belanja dan penerimaan negara.

Sementara itu, Agus menilai, defisit transaksi berjalan (current account deficit/CAD) juga menurun pada tahun lalu menjadi sekitar dua persen terhadap produk domestik bruto (PDB). Tahun ini, kemungkinan defisit transaksi berjalan akan lebih besar karena kenaikan impor bahan baku. Namun, dia memperkirakan defisit transaksi berjalan masih di bawah 2,7 persen. Begitupun dari sisi inflasi, yang diprediksi bakal sesuai target tahun ini , yaitu empat persen plus minus satu persen.

Di sisi lain, Agus mengakui, pemerintah masih perlu memperbaiki kepastian dan penegakan hukum. Namun, semestinya itu tidak menghalangi prospek cerah ekonomi Indonesia di masa depan. Karena itulah, semestinya S&P menaikan peringkat Indonesia menjadi layak investasi.