Sofyan Djalil: APBN Belum Efektif dan Efisien

Arief Kamaludin|KATADATA
Penulis: Muchamad Nafi
30/3/2016, 10.11 WIB

KATADATA - Setelah terjalin lebih dari 40 tahun, Indonesia memperpanjang kerja sama dengan United Nation Population Fund (UNFPA). Hal tersebut ditandai dengan penandatanganan Country Programme Action Plan (CPAP) atau Program Kerja SamaIndonesia-UNFPA selama lima tahun ke depan. UNFPA merupakan badan pembangunan internasional yang mempromosikan hak manusia untuk menikmati kehidupan kesehatan dan kesempatan yang sama.

Selain itu, juga diteken Program Document dan Multi Years Work Plan 2016-2017. Dokumen tersebut berisi rencana kerja Kementerian dan Lembaga mitra pelaksana UNFPA. Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Sofyan Djalil mengatakan posisi Indonesia dalam kerja sama sama ini lebih mengutamakan pembelajaran, pertukaran pengetahuan, dialog kebijakan, dan advokasi. “Kita tidak tergantung bantuan finansial lagi dari mereka,” kata Sofyan di Jakarta, Selasa, 29 Maret 2016.

Program ini mengalokasikan investasi US$ 24 juta. Dana tersebut diperoleh dari hibah UNFPA.Namun Sofyan menekankan dana tersebut bukanlah yang utama. Poin paling penting yaitu bagaimana meningkatkan kualitas pembangunan Indonesia melalui program-program dalam proyek tersebut. (Baca juga: Kualitas Infrastruktur Indonesia Termasuk Terendah di Asia).

Program ini memiliki empat fokus. Pertama, mendukung kesehatan ibu, pencegahan HIV, dan keluarga berencana. Kedua, mendukung remaja dan generasi muda. Ketiga, kesetaraan gender dan pencegahan kekerasan terhadap perempuan, termasuk praktek-praktek berbahaya. Keempat, dinamika kependudukan serta data. Selain itu, Indonesia dan UNFPA akan mempromosikan dialog kebijakan dan advokasi terkait isu International Conference on Population and Development 1994 dan Agenda Pembangunan Berkelanjutan (SDGs).

Menurut Sofyan, Anggaran Pendapatan Belanja Negara Indonesia naik hingga dua kali lipat setiap lima tahun. Dengan APBN hampir Rp 2.000 triliun saat ini, kualitas pembangunan Indonesia tidak menunjukan APBN yang sangat besar tersebut. Untuk itu, Sofyan menjelaskan, kerja sama ini menjadi penting demi meningkatkan kualitas pembangunan. “APBN kita selama ini tidak efektif dan efisien, kualitas program harus kita perbaiki ke depan,” ujar Sofyan.

Sementara itu, Kepala Perwakilan UNFPA Annette Sachs Robertson mengatakan finalisasi CPAP adalah hasil dari proses konsultasi yang intensif dengan melibatkan berbagai mitranasional, termasuk pemerintah, para pakar, masyarakat, dan organisasi keagamaan, serta generasi muda. “Dokumen final CPAP merefleksikan penguatan dan kematangan kerja sama antara UNFPA dan Indonesia. Saya yakin program ini akan berlangsung lebih baik berdasarkan standar yang telah disepakati bersama,” ujarnya. (Lihat pula: UNDP: BI Mesti Bantu Pemerintah Kurangi Pengangguran).

UNFPA memulai kemitraan dengan Indonesia pada 1972 dan mengimplementasikan program melalui kerja sama dengan berbagai Kementerian dan Lembaga. Di antaranya denganKemnterian PPN/Bappenas, Kesehatan, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, BKKBN, BPS, dan Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan. Selain itu, UNFPA juga menjanlin kerja sama dengan LSM, organisasi keagamaan, serta jejaring generasi muda dan perempuan.

Reporter: Miftah Ardhian