KATADATA - Penguatan rupiah pada awal pekan ini terus berlanjut, hingga sempat menembus level baru Rp 12.000-an per dolar Amerika Serikat (AS). Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution melihat pergerakan rupiah saat ini sudah mendekati nilai fundamentalnya. Jadi, ke depan, laju penguatan rupiah mungkin saja sudah makin terbatas.
Berdasarkan kurs referensi JISDOR di Bank Indonesia (BI), Senin ini (7/3), rupiah mencapai posisi 13.029 per dolar AS atau menguat 0,99 persen dari Jumat pekan lalu (4/3). Sedangkan di pasar spot, hingga pukul 13.30 WIB hari ini, rupiah berada di level Rp 13.053 per dolar AS atau menguat 0,6 persen dari Jumat lalu.
Bahkan, rupiah sempat menguat tajam menembus level 12.000, tepatnya di posisi Rp 12.984 per dolar AS. Ini merupakan posisi terkuat rupiah terhadap dolar AS dalam 10 bulan terakhir. Jika dihitung sejak awal tahun ini, rupiah pun sudah menguat 5,3 persen.
Menurut Darmin, sebenarnya saat ini rupiah memasuki area yang mendekati nilai fundamentalnya. “(Rupiah saat ini) tidak terlalu jauh (dari nilai fundamental),” katanya di Jakarta, Senin (7/3). Namun, dia enggan menyebutkan secara persis nilai fundamental rupiah saat ini. Yang jelas, lanjut dia, ada beberapa pandangan yang menyebut nilai fundamental rupiah sebesar 12.700 atau 12.500 per dolar AS. “Tapi ada yang bilang kurang dari itu.”
Meski begitu, Darmin menyatakan, kelangsungan laju penguatan rupiah masih tergantung dari kebijakan moneter AS. Jika bank sentral AS tidak menaikkan suku bunganya tahun ini maka rupiah dapat rerus menguat. Kondisi sebaliknya terjadi kalau bank sentral AS mengerek suku bunganya.
Selain itu, penguatan rupiah ditentukan oleh kondisi keseimbangan ekonomi di dalam negeri. “Kalau rupiah itu terlalu lemah juga tidak bagus, kalau terlalu kuat juga tidak bagus,” katanya. Menurut Darmin, penguatan rupiah yang berlebihan akan berpengaruh terhadap ekspor. Namun, sisi positifnya adalah nilai impor juga akan berkurang. Apalagi pemerintah berencana memacu pembangunan infrastruktur yang tentunya akan meningkatkan impor bahan baku.
(Baca: Menko Ekonomi Tidak Ingin Rupiah Terlalu Kuat)
Di dalam negeri, pemerintah akan menjaga inflasi dan tingkat bunga perbankan agar tetap rendah. Begitu pula dengan defisit transaksi berjalan (current account deficit/CAD) juga tetap kecil. Dengan begitu, kondisi fundamental ekonomi lebih membaik sehingga sejalan dengan penguatan rupiah.
Di tengah penguatan rupiah, pemerintah juga berupaya menjaga tingkat bunga Surat Utang Negara (SUN) yang rendah. Upaya menekan bunga tersebut akan dikombinasikan dengan kebijakan moneter BI. "Caranya (agar rupiah tidak menguat terlalu signifikan) itu harus kombinasi dengan BI,” kata Darmin.
(Baca: Banjir Dana Asing ke SUN, Rupiah Akan Terus Menguat)
Penguatan rupiah memang didukung oleh peningkatan aliran masuk dana asing (capital inflow) ke pasar modal dan finansial domestik, terutama ke saham dan surat utang negara (SUN). Pemicunya adalah imbal hasil portofolio instrumen investasi di Indonesia lebih besar dibandingkan negara-negara khusus, khususnya beberapa negara maju yang memberlakukan kebijakan bunga rendah, bahkan negative rate. Indeks yang disusun oleh JPMorgan Chase & Co. mencatat, imbal hasil (yield) obligasi berdenominasi rupiah dengan jangka waktu 10 tahun mencapai 8,14 persen. Ini jauh lebih tinggi dari rata-rata imbal hasil obligasi berdenominasi dolar AS di pasar berkembang sebesar 6,23 persen.
(Baca: Sentuh Rp 13 Ribu per Dolar, BI Waspadai Penguatan Rupiah)
Dalam risetnya bertanggal 4 Maret 2016, DBS Group Research mencatat, dana bersih investor asing yang masuk ke pasar saham dan obligasi selama dua bulan pertama 2016 mencapai US$ 2,3 miliar atau setara dengan Rp 30,4 triliun. Jumlahnya sudah sekitar 40 persen dari total dana asing yang masuk sepanjang 2015. Sedangkan tim riset Bank Mandiri mencatat nilai beli bersih investor asing di pasar saham sepanjang pekan lalu mencapai Rp 2,3 triliun.
Sebelumnya, Gubernur BI Agus Martowardojo mengatakan, dana asing yang masuk ke Indonesia sejak awal tahun hingga akhir Februari lalu mencapai Rp 35 triliun. Jumlahnya lebih dari separuh total dana asing yang masuk ke Indonesia selama 2015 sebesar Rp 58 triliun. Meski sempat terjadi aliran dana keluar Rp 1,5 triliun pada pekan keempat Februari lalu lantaran aksi ambil untung para investor. “Secara umum, dana yang masuk itu sehat buat menambah pasokan valas,” katanya.