KATADATA - Rupiah terus menguat hingga mencapai level Rp 13.400-an per dolar Amerika Serikat (AS) di tengah indikator ekonomi dalam negeri yang positif dan faktor luar negeri. Penguatannya bisa terus berlanjut karena Bank Indonesia (BI) menilai rupiah saat ini masih di bawah nilai wajarnya (undervalued).
Di pasar spot, Rabu ini (10/2), rupiah sempat menyentuh posisi 13.449 per dolar AS atau menguat 1,2 persen dari hari sebelumnya. Ini merupakan posisi tertinggi rupiah dalam hampir empat bulan terakhir atau sejak 15 Oktober tahun lalu. Jika dihitung sejak awal tahun ini, rupiah sudah menguat sekitar 2,4 persen. Sedangkan berdasarkan kurs referensi JISDOR di BI, rupiah hari ini mencapai level Rp 13.538 per dolar AS atau menguat 1,1 persen dari hari sebelumnya.
(Baca: Belanja Modal Cepat, BI Yakin Ekonomi Tumbuh di Atas 5,2 Persen)
Penguatan rupiah ini seiring dengan melorotnya mata uang dolar AS terhadap mayoritas mata uang utama dunia. Indeks dolar AS jatuh ke posisi 95,66 yang merupakan levek terendah sejak 22 Oktober 2015 di tengah membesarnya kekhawatiran investor terhadap perlambatan ekonomi global dan melorotnya harga minyak dunia ke posisi US$ 28 per barel. Ditambah lagi, penurunan tingkat kepercayaan investor terhadap peluang kenaikan suku bunga AS sebanyak empat kali dalam tahun ini karena melihat beberapa data perekonomian di negara tersebut yang masih lemah.
Alhasil, para investor mengalihkan portofolionya ke instrumen bermata uang yang lebih aman (safe haven), seperti yen Jepang dan franc Swiss. Dolar AS jatuh ke titik terendah terhadap yen sejak November 2014, dan terendah terhadap franc sejak medio Oktober 2015. Hal ini turut menekan imbal hasil surat utang acuan berjangka 10 tahun pemerintah Jepang, yang minus untuk pertama kalinya.
(Baca: Menguat 6 Persen, Rupiah Terbaik atas Mata Uang Utama Dunia)
Namun, kondisi perekonomian di dalam negeri turut berperan menopang penguatan rupiah. Menurut Direktur Eksekutif Bidang Moneter dan Ekonomi BI Juda Agung, pandangan investor asing terhadap ekonomi Indonesia semakin positif. Salah satu patokannya adalah pertumbuhan ekonomi kuartal IV-2015 mencapai 5,04 persen, yang jauh di atas perkiraan sebelumnya.
“Evaluasi kami sampaikan hari ini. RDG (Rapat Dewan Gubernur BI) melakukan evaluasi, semua (indikator ekonomi) positif,” katanya di Jakarta, Selasa sore (9/2). Kondisi tersebut mendorong investor asing masuk, tak hanya ke pasar surat utang negara (SUN) melainkan juga ke pasar saham.
(Baca: BI Perkirakan Rupiah Menguat Mulai Pertengahan 2016)
Di sisi lain, aliran dana investor asing perlahan-lahan kembali masuk ke pasar beberapa negara yang pasarnya berkembang (emerging market). “Kalau dulu emerging market bergerak sama melemah semua atau menguat semua, sekarang ini sudah mixed. Indonesia termasuk yang menguat,” ujar Juda.
Ke depan, dia melihat ruang penguatan rupiah masih bisa terus berlanjut. Pasalnya, meski posisi saat ini sudah dianggap mencapai titik fundamental, secara rata-rata dalam rentang yang lebih panjang rupiah masih sedikit di bawah nilai wajarnya (undervalued).