Pemerintah Akan Perpanjang Masa Pengampunan Pajak

Arief Kamaludin|KATADATA
Pengadilan Pajak KATADATA|Arief Kamaludin
Penulis: Muchamad Nafi
10/12/2015, 18.10 WIB

KATADATA - Di tengah perdebatan perlu tidaknya pengampunan pajak, pemerintah malah mengusulkan masa tax amnesty itu diperpanjang. Sebelumnya, para pengutang pajak hanya dikasih kesempatan delapan bulan untuk menebus kewajibannya. Namun dalam draf baru Rancang Undang-Undang Pengampunan Pajak, yang didapat Katadata, disebutkan waktunya menjadi setahun.

Hal tersebut tertuang dalam Pasal 4 tentang periodesasi pengampunan pajak. Bagi perusahaan atau orang yang mengajukan permohonan pada Januari hingga Maret 2016 maka tarif uang tebusannya hanya dua persen. Tarif ini kemudian naik menjadi empat persen jika mengajukan pengampuna  dari April sampai Juni 2016. Terakhir, bila mengajukan surat permohonan dari Juli sampai akhir 2016, tarif tebusannya menjadi enam persen. (Baca: Beleid Pengampunan Pajak di Pengujung 2015 Dinilai Tak Efektif).

Sayang, Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Mekar Satria Utama belum mau menjelaskan alasan rencana penambahan masa pengampunan ini. “Untuk penjelasan tentang tax amnesty saya belum bisa berikan klarifikasi apa-apa, karena masih dalam pembahasan,” kata Mekar, yang akrab disapa Toto ini, kepada Katadata, Kamis, 10 Desember 2015.

Efektivitas rencana beleid ini kemudian menjadi polemik. Termasuk bila waktunya makin panjang. Namun, Ketua Tim Ahli Wakil Presiden Sofyan Wanandi menyatakan optimistis akan kesuksesan rencanan tersebut. Pasalnya, pemerintah sudah melakukan survei terhadap 10 ribu pengusaha Indonesia. Dari survei tersebut pemerintah yakin pengusaha yang diampuni akan menanamkan uangnya di Indonesia sekitar US$ 100 miliar atau sekira Rp 1.360 triliun. “Itu paling sedikit, dari dalam dan luar negeri,” ujar Sofyan.

Efek berantai dari keputusan tersebut, kata Sofyan, pengusaha akan berani menggunakan dananya untuk menggerakan ekonomi atau menempatkannya di perbankan. Dampak posistif lebih lanjut, dia memperkirakan setengah dari dana yang di deposito itu masuk ke penerimaan pajak. (Baca pula: Perluas Basis Pajak, Pemerintah Akan Turunkan Pajak Penghasilan).

Penjelasannya seperti ini. Selama ini banyak yang takut menggunakan uangnya karena khawatir ada jerat pajak. Bila diampuni, mereka kemungkinan menempatkannya dalam bentuk deposito. “Bunga deposito dibayar, pajak juga dibayar,” kata Sofyan. Dia percaya melalui amnesty sebagian uang itu bisa menggerakan industrialisasi dan ekonomi Indonesia. Apalagi bila berhasil menarik dana dari luar negeri. “Saya percaya tax amnesty betul-betul melupakan kesalahan yang lama.”

Bila Sofyan, yang notabene seorang pengusaha itu, begitu percaya akan manfaat besar dari pengampunan pajak, tidak bagi pihak lainnya. Salah satu yang menjadi sorotan terhadap rancangan beleid ini yakni menyangkut skema penempatan dana kembali di dalam negeri atau repatriasi. Tidak adanya skema ini sempat dikhawatirkan sejumlah pengamat lantaran tidak ada kepastian bila perusahan atau orang yang diampunai akan menempatkan dananya di pasar domestik.

Misalnya, Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo mengatakan kebijakan ini tidak akan berjalan efektif karena pemerintah tidak memliki data yang akurat. Apalagi, belum ada kejelasan mengenai kewajiban bagi wajib pajak untuk menempatkan dananya di dalam negeri. Alhasil, kondisi ini memungkinakna dana tersebut kembali ke luar negeri ketika insentif tidak lagi diberikan. (Baca juga: Beleid Pengampunan Pajak Ditargetkan Rampung Akhir Tahun Ini).

Untuk diketahui, ketika pertama kali ide ini dicetuskan, yang terasa mendadak, nama rancangan aturan tersebut ialah RUU Pengampunan Nasional, muncul berbarengan dengan revisi RUU Komisi Pemberantasan Korupsi pada September lalu. Setelah menuai banyak kritik, misalnya karena dianggap akan menyelamatkan penjahat pajak, pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat akhirnya mencapai kata sepakat untuk membahas rancangan kedua beleid tersebut.

Rapat kerja Badan Legislasi DPR dengan Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly, pada Jumat, akhir bulan lalu, menyepakati dua agenda penting. Pertama, RUU Pengampunan Pajak masuk dalam Program Legislasi Nasional RUU Prioritas 2015 sebagai usulan pemerintah. Artinya, dalam sisa masa sidang DPR yang segera berakhir, pembahasan beleid ini akan dikebut. Kedua, pengusul revisi UU Nomor 30 tahun 2002 tentang KPK adalah DPR. Sebelumnya, revisi beleid ini merupakan usulan pemerintah.

Selama ini, pemerintah memang getol mengegolkan RUU Pengampunan Pajak untuk mendongkrak penerimaan negara, terutama lantaran pemasukan pajak masih seret. Per 4 November lalu, pajak yang masuk baru mencapai Rp 774,4 triliun atau 59,8 persen dari total target penerimaan pajak tahun ini senilai Rp 1.294,3 triliun. Hingga tutup tahun ini, realisasi penerimaan pajak diperkirakan hanya 85 persen dari target.

Reporter: Desy Setyowati